Jakarta, CNN Indonesia -- Kepolisian mengamankan 46 demonstran yang melakukan aksi damai menolak penangkapan dua jurnalis asal Perancis di Papua. Para demonstran tersebut terdiri dari 29 orang ditangkap di Merauke dan 17 lainnya di Jayapura, Papua Barat.
"Yang 17 orang di Jayapura sudah dibebaskan tadi pagi, yang di Merauke masih dalam tahanan," kata peneliti dari Human Right Watch Andreas Harsono kepada CNN Indonesia, Selasa (14/10).
Demonstrasi tersebut dilakukan oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB) di Taman Imbi, Kota Jayapura, kemarin. Komite menolak penangkapan Thomas Dandois dan Louise Marie Valentine Bourrat, dua jurnalis Perancis yang tengah menjalankan tugas peliputan di Papua Barat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua jurnalis Perancis yang bekerja untuk Arte TV Perancis tersebut ditangkap sejak 6 Agustus lalu. Keduanya dikenakan Pasal 122 A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Pasal tersebut berbunyi, setiap orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian izin tinggal yang diberikan kepadanya dipidana paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp 500 juta.
Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen Indonesia Suwardjono mengatakan, kedua jurnalis tersebut datang ke Papua dalam rangka tugas jurnalistik. "Kami juga sudah menghubungi kantor tempat kedua jurnalis bertugas, sehingga seharusnya tidak ada penangkapan terhadap mereka," kata Suwardjono kepada CNN Indonesia, Selasa (14/10).
Dandois dan Valentine tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada 5 Agustus dan bertolak ke Distrik Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, selanjutnya menuju Sorong, Raja Ampat, Jayapura, hingga ke Jayabaya.
Ketua AJI Papua Victor Mambor kepada CNN Indonesia mengatakan, kedua jurnalis tersebut awalnya dituduh melakukan makar, mendukung gerakan Papua merdeka, dan menyelundupkan senjata. "Tapi semua tuduhan itu tidak terbukti, akhirnya kena di aturan imigrasi," ujar Victor, Selasa (14/10).
AJI Indonesia telah mengirim surat kepada seluruh pihak terkait untuk meminta pembebasan dan deportasi terhadap dua wartawan tersebut. Namun permintaan itu tidak dikabulkan hingga berkas perkaranya dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Papua, 10 Oktober lalu.