KABINET JOKOWI

Menteri Kabinet Jokowi Harus Sensitif Gender

CNN Indonesia
Minggu, 26 Okt 2014 08:45 WIB
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan mendesak Jokowi untuk tidak memilih menteri yang tidak sadar isu gender.
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan mendesak Jokowi untuk tidak memilih menteri yang tidak sadar isu gender. Hari ini, Minggu (26/10) rencananya Presiden Jokowi mengumumkan nama menteri di Istana Negara. (DetikFoto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Selain bebas korupsi, jajaran menteri dalam kabinet Joko Widodo dan Jusuf Kalla diharapkan juga memiliki integritas yang tinggi terhadap permasalah perempuan dan anak. Tak hanya itu, persoalan perempuan juga semestinya menjadi tanggungjawab lintas sektor kementerian.

"Banyak janji Jokowi untuk sejahterakan perempuan dan anak, itu harus terbukti," kata Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy Yentriyani saat dihubungi CNN Indonesia, Minggu pagi (26/10).

Janji tersebut, katanya, termasuk mengentaskan kemiskinan, mengurangi diskriminasi serta meningkatkan partisipasi dan produktifitas perempuan di ruang publik. Untuk mewujudkan janji tersebut, dia menilai Jokowi tidak bisa menyerahkan tanggungjawab pada beberapa kementerian terkait kesejahteraan rakyat saja.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Urusan perempuan dan anak itu seharusnya jadi urusan lintas sektoral kementerian," ujar dia. 

Selama ini, Andi melihat pemerintah seolah-olah hanya menyerahkan tanggungjawab kepada beberapa kementerian yang ada di sektor kesejahteraan rakyat seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA), Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Padahal, persoalan perempuan seringkali muncul akibat adanya kebijakan timpang dan diskriminatif yang menjadi ranah dan tanggungjawab beberapa kementerian, seperti Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Koordinator Polhukam.

Urusan perempuan dan anak seharusnya jadi urusan lintas sektoral kementerianAndi Yentriani, Komisioner Komnas Perempuan
Andy menyebut salah satu contohnya adalah semakin banyak munculnya peraturan daerah syariah, yang mendiskreditkan peran perempuan dan partisipasinya di lingkup publik. Peraturan tersebut, katanya, menjadi kewenangan dari Kemendagri untuk mencabut atau memberikan izin bagi beleid bermasalah.

Menurut data dari Komnas Perempuan, selama 2013 terdapat 382 beleid yang dinilai diskriminatif terhadap agama dan perempuan. Beleid tersebut diantaranya larangan keluar malam bagi perempuan, ketidakbolehan perempuan menjadi pimpinan serta kewajiban menggunakan jilbab di lingkungan pegawai negeri.

Masruchah selaku wakil Ketua Komnas Perempuan mengatakan perda diskriminatif muncul akibat tidak adanya pemahaman dari para pembuat kebijakan mengenai isu perempuan, tata pembuatan perundangan serta ratifikasi konvensi ekonomi, sosial dan budaya. Beleid diskriminatif berdampak perempuan bisa rentan terhadap kekerasan dan pelemahan atas upaya perlindungan perempuan serta anak. 

Oleh karena itu, dia mengharapkan agar calon menteri yang mengisi pos kementerian seperti disebutkan di atas bisa memiliki pemahaman gender yang luas. Termasuk diantaranya tidak pernah terlibat kekerasan atas perempuan di ranah domestik dan publik, bukan pelaku poligami, serta punya komitmen atas isu gender.

Pada bulan September, Komnas Perempuan telah memberikan rekomendasi kepada tim transisi mengenai pakta integritas calon menteri kabinet Jokowi JK. Hal itu termasuk memilih calon yang tidak terlibat dalam pelanggaran HAM serta kekerasan atas perempuan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER