Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta barisan menteri yang tergabung dalam Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo untuk bekerja dengan mengedepankan transparansi. Tak hanya itu, para menteri juga diharapkan bekerja atas dasar pemberdayaan manusia, sesuai dengan amanat konstitusi.
"KPK siap memberikan perspektif," kata wakil ketua KPK Busyro Muqoddas di gedung KPK, Jakarta, Senin (26/10).
Pengarahan tersebut, katanya, akan dilakukan setelah Kabinet Kerja melakukan sidang kabinet. Ditanyai tanggapan mengenai nama-nama yang akhirnya terpilih menjadi menteri Kabinet Kerja, Busyro mengatakan KPK akan terus mengamati kinerja mereka, termasuk laporan harta kekayaan para menteri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi dia tidak menyebutkan siapa dari semua nama tersebut yang memiliki harta kekayaan mencurigakan. "Semuanya harus saya cek dulu. Kita lihat perkembangannya," kata dia menjawab, singkat.
Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK, dua menteri tercatat memiliki kekayaan paling banyak, yakni Rini Mariani Soemarno dan Puan Maharani. Harta Rini Soemarno tercatat sebesar Rp 48,07 miliar. Sementara, harta Puan Maharani tercatat sebesar Rp 34,15 miliar. Sedangkan Tjahjo selaku Menteri Dalam Negeri memiliki total harta sebesar Rp 511,57 juta, yang hanya dilaporkan selama satu kali, yakni pada 15 Mei 2001.
Saat ini KPK sedang menunggu laporan LHKPN dari para menteri Kabinet Kerja. Hal itu dilakukan untuk membuat pemerintah berjalan transparan dan akuntabel.
Sementara itu, juru bicara KPK Johan Budi SP mengatakan KPK tidak bisa menjamin menteri Kabinet Kerja untuk tidak melakukan korupsi. Peran KPK saat ini hanya memberikan catatan atas nama-nama yang diajukan Presiden Jokowi sebagai calon menteri.
"Orang yang tidak punya catatan pun belum tentu tidak akan korupsi saat menjabat sebagai menteri," katanya, menambahkan."ketika seseorang diberi kekuasaan bisa saja orang itu jadi lupa."
Johan mengatakan saat ini KPK telah selesai melakukan tugas yang diminta oleh Presiden Jokowi. Selanjutnya tanggungjawab diserahkan kepada menteri bersangkutan untuk melaksanakan tugas sesuai dengan amanah Undang-Undang Dasar 1945.
"Kalau nanti terbukti melakukan korupsi akan kita tangkap juga," kata dia menutup pembicaraan.