Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Drajad Adhyaksa didakwa korupsi proyek pengadaan armada bis Trans Jakarta dan peremajaan bus angkutan umum reguler tahun 2013. Jaksa Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menyebutkan Drajad sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak melakukan tugas pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
"Total kerugian keuangan negara senilai Rp 392 miliar," kata jaksa Agustinus saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (27/10).
Menurut Agustinus, proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang semestinya dikerjakan Drajad justru dilakukan oleh pihak lain yakni personel dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan alasan dilakukan secara swakelola. BPPT setelah bekerja sama dengan Dinas Perhubungan Jakarta mengeluarkan surat perintah tugas dari Kepala Dishub Udar Pristono untuk merampungkan pengerjaan bus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam surat tugas tersebut, Udar tidak mencantumkan detil siapa penggarap proyek. "Sementara BPPT tidak pernah memberikan surat tugas kepada Direktur Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi BPPT Prawoto beserta tim untuk pelaksanaan pekerjaan swakelola di Dishub Jakarta," ujar Agustinus.
Meski demikian, Prawoto dan timnya tetap menggarap proyek pada tiga tahap itu tanpa surat tugas yang dikeluarkan BPPT. Untuk membeli bus, Prawoto memerintahkan perusahaan pemenang tender seperti PT Korindo Motors, PT Mobilindo Armada Cemerlang, PT Ifani Dewi, dan PT Mekar Armada Jaya. "Ada perubahan spesifikasi teknis dari bus yang dibeli," kata Agustinus.
Dari pemeriksaan fisik oleh Pusat Inovasi Otomotif Universitas Gadjah Mada, diketahui semua bus yang diperiksa tidak memenuhi spesifikasi teknis yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2012 tentang Kendaraan.
Agus menerangkan, semua bus tidak memenuhi persyaratan berat total kendaraan dan tidak memenuhi beban gandar maksimal. Semua bus merek Yutong dan Ankai Single pun tidak dilengkapi dengan side impact bar untuk melindungi tabung gas dari benturan arah samping bus.
Dalam proses pengawasan, Drajad didakwa telah memberi dukungan bukti surat progres pengawasan untuk proses pembayaran jasa konsultan pengawas kepada delapan perusahaan. Padahal pengerjaan baru rampung empat dari 14 paket yang direncanakan.
Drajad didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001
juncto Pasal 55 ayat 1 KUHPidana. Ancaman hukuman maksimal bagi Drajad adalah 20 tahun penjara.
Menanggapi dakwaan tersebut, Drajad tidak akan mengajukan nota keberatan. "Kami mengikuti peraturan Mahkamah Agung untuk melaksakan sidang yang cepat, murah, dan tidak bertele-tele. Berdasar pengalaman selama ini, sering eksepsi (keberatan) ditolak. Jadi kami memustuskan tidak mengajukan," kata kuasa hukum Drajad, Yanti Nurdin usai persidangan.
Drajad tidak banyak berkomentar ketika ditanya awak media. "Ikuti saja sesuai proses hukum yang berlaku," kata Drajad sambil berlalu.
Lantaran tidak ada nota keberatan yang diajukan, majelis hakim memutuskan untuk melanjutkan pemeriksaan. "Sidang dilanjutkan Senin depan, pukul 09.00," kata hakim ketua Supriyono menutup persidangan.