Jakarta, CNN Indonesia -- Meningkatnya angka kekerasan terhadap perempuan belum diimbangi dengan perkuatan advokasi terhadap korban kekerasan. Pengamat lantas menilai kementerian memegang kuncinya.
Pengamat persoalan perempuan dan keadilan jender Nursyahbani Katjasungkana mengatakan selama ini tugas advokasi masih dipegang oleh lembaga-lembaga non profit di luar pemerintahan.
"Persoalan lantas muncul ketika lsm lantas kekurangan sokongan dana," kata dia saat dihubungi CNN Indonesia, Selasa (28/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perempuan yang juga pernah menjadi anggota Dewan Penasehat Ensiklopedia Wanita di Kebudayaan Islam di Belanda tersebut mengatakan selama ini lembaga bantuan hukum yang aktif mengawal kasus perempuan seperti Lembaga Bantuan Hukum Jakarta atau Lembaga Bantuan Hukun Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH-APIK). Lembaga tersebut biasanya mengandalkan dana dari swasta untuk melakukan kegiatan advokasi mereka.
"Namun, sekarang bantuan dana semakin susah didapatkan. Padahal, jumlah kasus-kasus terus meningkat," katanya.
Kesulitan dana tersebut, katanya, diakibatkan lembaga pendonor dana asing melihat Indonesia sudah sebagai negara yang mandiri dan tidak membutuhkan bantuan dana. Padahal, kasus kekerasan di Indonesia terus meningkat tahun demi tahunnya.
Data dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan mencatat terjadi sebanyak 279.760 kasus kekerasan atas perempuan. Jumlah ini meningkat 57 persen dari tahun 2011 sebesar 105.103 kasus.
Kasus kekerasan yang terjadi menurut catatan Komnas Perempuan termasuk kekerasan psikis, poligami tidak sehat, krisis akhlak, cemburu, kawin paksa, kawin di bawah umur, kekejaman mental, dihukum, politis, gangguan pihak ketiga dan ketidakharmonisan serta kekerasan ekonomi.
Nursyahbani, yang pernah duduk di DPR RI tahun 2004-2009, mengatakan semestinya tugas advokasi dijalankan oleh kementerian, yang notabene memiliki anggaran khusus untuk kasus kekerasan atas perempuan. Namun, dia melihat sejauh ini tugas tersebut tidak berjalan dengan baik.
"Kementerian memang punya unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) tapi tidak sampai ranah advokasi," ujar dia.
Sementara itu, Dian Kartika Sari selaku Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Mengatakan tidak ramahnya hukum pidana pada kasus kasus kekerasan dan pelecehan seksual atas perempuan membuat perempuan tidak terlindungi.
"Makanya, semestinya untuk ke depan pemerintah cari cara untuk perkuat advokasi itu. Pemerintah bisa galakkan kerjasama kuat dengan masyarakat sipil seperti yang pernah dilakukan Khofifah Indar Parawansa saat jabat jadi menteri," kata dia.