Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa mantan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Anggito Abimanyu, Selasa (28/10). Usai diperiksa KPK, Anggito mengakui bahwa terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012.
"Memang ada anomali tapi saya tidak bisa menjelaskan. Karena itu proses saat saya belum menjadi Dirjen," kata Anggito di Kantor KPK, Jakarta, Selasa (28/10).
Anggito diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji yang melibatkan bekas Menteri Agama Suryadharma Ali. Anggito telah beberapa kali dipanggil penyidik atas keterlibatan Suryadharma yang diduga menyalahgunakan uang haji mencapai Rp 1 triliun tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hari ini saya dimintai keterangan lanjutan, materi masih sama sekitar pengisian kuota kemudian pengadaan barang dan jasa dalam penyelenggaraan ibadah haji 2012/2013," Anggito menjelaskan.
Menurut Anggito, pemanggilan dirinya hari ini hanya untuk membacakan sejumlah dokumen terkait proses pemeriksaan yang membutuhkan klarifikasi. Namun Anggiota tidak bisa mengklarifikasi informasi tersebut karena dia belum menjabat sebagai Dirjen. Dia juga mengaku tidak tahu dugaan pengalihan kuota ke biro jasa Al Amin Universal. "Saya tidak ada soal dengan Alamin," katanya.
KPK telah menggeledah Kantor Biro Jasa Perjalanan Haji Al Amin Universal terkait dengan kasus ini. Biro jasa ini diketahui milik mantan Wakil Ketua MPR Melani Leimena. KPK menduga biro jasa itu bekerjasama dengan Kementrian Agama untuk mempermainkan kuota haji. Sejumlah Anggota DPR periode 2009-2014 yang diperiksa KPK mengaku membayar mahal kepada biro jasa itu agar bisa berangkat haji.
Suryadharma ditetapkan sebagai tersangka 22 Mei lalu. Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan itu diduga melakukan korupsi dalam biaya penyelenggaraan, pengadaan barang dan jasa, serta fasilitas-fasilitas yang disediakan untuk peserta ibadah haji.
Duit yang disalahgunakan Suryadharma berasal dari APBN dan setoran calon jamaah haji melalui tabungan haji. Suryadharma dijerat Pasal 2 ayat 1, Pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 5 ke 1 dan Pasal 65 KUH Pidana, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.