Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum mengundang dua kandidat calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengikuti uji kelayakan dan kepatutan. Padahal, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah menyerahkan dua nama capim KPK sejak 15 Oktober lalu.
"Saya belum dapat undangan. Mestinya, sih, sudah karena batasnya cuma sampai 30 hari sesuai UU KPK,"kata Roby Arya Brata selaku salah satu kandidat pimpinan KPK kepada CNN Indonesia, Selasa (4/11).
Roby mengatakan seleksi semestinya sudah dimulai pekan depan mengingat waktu penentuan pimpinan KPK yang sebentar lagi usai. Prsiden SBY sendiri sudah menyerahkan dua nama capim KPK yakni Roby Arya Brata dan Busyro Muqoddas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komisioner KPK Busyro Muqoddas akan purna tugas pada awal Desember 2014. Alhasil, pimpinan KPK hanya akan ditempati oleh empat orang saja, yakni Abraham Samad, Adnan Pandu Praja, Bambang Widjajanto dan Zulkarnain.
Padahal, merujuk UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK, jumlah pimpinan lembaga negara antirasuah tersebut semestinya adalah lima orang. Mereka terdiri atas satu orang ketua KPK yang merangkap anggota dan empat orang wakil ketua yang juga merangkap sebagai anggota. Kelimanya bertugas juga sebagai penyidik dan penuntut umum dalam berbagai kasus korupsi serta pencucian uang.
Menurut UU tersebut, DPR hanya diberi waktu 30 hari untuk menguji dan menentukan kandidat sejak Presiden menyerahkan nama kandidat. Sehingga, waktu yang tersisa bagi DPR untuk menguji kandidat dari Presiden hanya 10 hari.
"Semestinya sebelum tanggal 10 Desember 2014 sudah ada pelantikan calon pimpinan KPK," kata juru bicara panitia seleksi calon pimpinan KPK Imam Prasodjo kepada CNN Indonesia.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya belum menggelar uji seleksi capim KPK. "Belum diputuskan, mau rapat paripurna dulu," kata politikus dari Fraksi Gerindra ini.
Jajaran pimpinan Komisi III DPR RI sendiri baru terbentuk pada 29 Oktober lalu dan membawahi 10 fraksi di DPR. Namun, hingga kini konflik internal DPR masih terjadi. Lima fraksi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat belum menyerahkan nama komisi. Praktis, kinerja DPR belum optimal.