Jakarta, CNN Indonesia -- Nama-nama kandidat kepala Badan Intelijen Negara (BIN) yang beredar sekarang dipertanyakan terkait rekam jejaknya dengan pelanggaran hak asasi manusia atau HAM.
"Sjafrie (Sjamsoeddin) masih ada kasus pelanggaran HAM. Dia belum diadili dan diduga terlibat kerusuhan Mei 1998," kata ketua organisasi pegiat Ham Setara, Hendardi, di Jakarta, Rabu (5/11).
Selain itu, dia juga menyinggung soal As'ad Ali yang dulu menjadi Wakil Kepala saat Hendropriyono menjadi kepala BIN. Menurutnya, As'ad diduga kuat terlibat dalam kasus pembunuhan Munir Said Thalib.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jejaknya ketika kasus Munir, terutama dengan memberikan surat persetujuan untuk Polycarpus kepada garuda itu kami lacak. Hasilnya, menunjukkan jejak yang tidak cukup baik dan masih perlu ditelusuri," ujarnya. "Kebetulan saya juga dulu anggota tim pencari fakta," kata Hendardi, menegaskan.
Dia berpendapat, nama-nama tokoh yang masih mempunyai keterkaitan dengan kasus HAM di masa lalu, walau belum terbukti, sebaiknya tidak dipilih sebagai Kepala BIN. "Tidak tepat itu, karena mereka menjadi mata dan telinga Presiden."
Dia juga mengungkapkan, jika nama-nama yang terkait dengan kasus pelanggaran HAM seperti kedua tokoh tersebut diangkat menjadi Kepala BIN, kemungkinan besar hanya akan menghambat penyelesaian kasus-kasus di masa lalu.
"Bagaimana mungkin orang yang terlibat kasus akan berguna dalam mengungkap kasus di masa lalu? Kalau bisa jangan yang ada masalah dengan masa lalu,
lah," katanya.
Walau demikian, dia menolak untuk memberikan nama yang sekiranya bisa menjadi kandidat ideal Kepala BIN. Menurutnya, dia dan organisasinya tidak dalam posisi untuk memberikan usulan. "Saya serahkan sepenuhnya kepada Presiden. Kami hanya bisa memberi masukan," ujar Hendardi.