Jakarta, CNN Indonesia -- Nasib Ajun Komisaris Besar Idha Endri Prastiono, perwira polisi yang ditangkap di Malaysia lantaran diduga terkait jaringan narkotika internasional akhirnya terang juga. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pontianak menghukum dia delapan tahun enam bulan penjara dalam kasus korupsi.
"Vonis bersalah untuk kasus penggelapan barang bukti," ujar Kapolda Kalimantan Barat Brigadir Jenderal Arief Sulistyanto kepada CNN Indonesia, Selasa (11/11).
Idha Endri juga harus membayar denda atas perbuatannya tersebut. "Dia juga bayar denda Rp 200 juta,” kata Arief.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Vonis tersebut dijatuhkan hakim setelah Idha terbukti menggelapkan barang bukti berupa mobil pada kasus narkoba yang pernah diusutnya. Pada kasus tersebut, Idha Endri menangkap salah satu bandar narkoba berinisial ACU dan menyita mobil pabrikan Jerman dengan nomor polisi Malaysia. Namun Idha malah menggunakan mobil tersebut dan mengganti plat nomornya menjadi B 87 SD.
Idha ditangkap bersama Brigadir Kepala Harahap oleh Polis Di Raja Malaysia, 29 Agustus lalu, karena diduga terlibat jaringan narkoba internasional. Keduanya lantas dinyatakan tidak terkait dengan jaringan narkoba yang dimaksud PDRM dan dipulangkan ke Indonesia, 9 September 2014. Sehari setelahnya, mereka diterbangkan ke Kalimantan Barat untuk menjalani pemeriksaan.
Dia dijerat Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.
Selain kasus penggelapan mobil, Idha juga tersangkut kasus penggelapan tanah yang juga menyeret nama istrinya. Namun Arief mengatakan kasus tersebut belum masuk ke pengadilan dan masih dalam proses pemberkasan.
"Itu belum, berkas baru mau dikirim ke kejaksaan besok dan tinggal menanti P21," kata Arief.