Jakarta, CNN Indonesia -- Saksi dari Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menegaskan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kalau pihaknya belum memberikan izin alih fungsi hutan di kawasan Jonggol, Bogor dan Riau. Dengan demikian, alih fungsi lahan di kedua daerah tersebut dinilai telah menyalahi ketentuan pemerintah.
"Kedua kasus alih fungsi hutan di Bogor dan Riau ini soal tata ruang. Belum ada izin apapun dari Kemenhut," kata Bambang Soepijanto, Direktur Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan tersebut saat ditemui usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Selasa (11/11).
Kasus alih fungsi hutan di kawasan Bogor dan Riau ramai menjadi sorotan karena terdapat dugaan suap kepada dua Bupati Bogor Rahmat Yasin dan Gubernur Riau Annas Ma'amun untuk menggunakan kawasan hutan demi keperluan bisnis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyidikan lantas dilakukan terhadap Cahyadi Kumala alias Swee Teng pada 30 September lalu di mana ia diduga terlibat menyuap Rahmat serta Kepala Dinas Pertanian Bogor Zairin sebesar Rp 1,5 miliar terkait perizinan kawasan hutan seluas 2.754 hektar di Jonggol, Bogor.
Uang tersebut diberikan sebagai ijon untuk mempercepat terbitnya rekomendasi tukar menukar kawasan hutan atas nama PT BJA, yang merupakan syarat untuk pemanfaatan lahan seluas 30 ribu hektar kota Mandiri.
Sementara itu, Annas ditetapkan sebagai tersangka bersama pengusaha kelapa sawit Gulat Medali Emas Manurung setelah berhasil diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kompleks Grand Cibubur, Jakarta Timur, pada Kamis 25 September lalu.
Gulat diduga memberikan suap sebesar Rp 2 miliar sebagai jalan untuk mempermulus perubahan status dari Hutan Tanaman Industri (HTI) menjadi lahan Areal Penggunaan Lain (APL).
Barang bukti yang berhasil disita dalam OTT meliputi 156.000 dollar Singapura dan Rp 500 juta. Selain dugaan suap alih fungsi lahan, duit tersebut juga diduga merupakan bagian dari ijon proyek-proyek lainnya di Provinsi Riau.
Bambang mengatakan kedua kasus alih fungsi hutan tersebut bermasalah karena tidak adanya izin yang diberikan oleh Kemenhut. Izin dari Bupati atau Gubernur tidak cukup karena persoalan tersebut menyangkut tata ruang. Pihak Kementerian Kehutananlah dengan demikian berhak memberikan izin.
"Jadi, harus sampai ke menteri dan harus jelas kawasan hutan tersebut untuk apa," kata dia.
Bambang menambahkan mengenai kasus di Bogor dahulu sempat ada Keputusan Presiden (Keppres) mengenai penataan ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur. Hal itu terkait dengan pembangunan dan pengalihan pendduduk di sekitar hutan. Namun, Keppres tersebut kini sudah dicabut.
"Tunggu hasilnya saja karena sekarang sedang berperkara," kata Bambang.
Sementara itu, untuk kasus hutan Riau, Bambang mengatakan izin dari Kemenhut belum turun karena masa perizinan status di lahan hutan Riau sudah kadaluarsa alias lewat dari lima tahun masa pembaruan status lahan.
"Izin alih fungsi hutan di Riau mesti diperbarui setiap lima tahun sekali. Jika ada perubahan mesti diajukan lain karena istilahnya beda kalau dialihfungsikan," kata Bambang.