Jakarta, CNN Indonesia -- Pramono Anung usai lobi politik dengan koalisi Prabowo di kediaman Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa, Sabtu (15/11), menegaskan tak ada lagi DPR tandingan. Ia juga menyatakan tak ada lagi Koalisi Indonesia Hebat maupun Koalisi Merah Putih di parlemen.
Ucapan Pram itu bagian dari sikap tegasnya sejak awal dualisme di parlemen menyeruak. “Lebih baik asli daripada tandingan. Akal sehat harus tetap dimiliki dalam kondisitensi tinggi di pertandingan politik. Sabar,” politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan lewat akun pribadinya di Twitter, Kamis (30/10), sesaat setelah KIH mengajukan mosi tidak percaya terhadap pimpinan DPR dan mengumumkan bakal menunjuk pimpinan DPR tandingan buntut dari dikuasainya hampir seluruh kursi pimpinan alat kelengkapan dewan oleh KMP.
Di benak Pram, DPR tandingan sama sekali tak masuk akal. Mantan wakil ketua DPR itu pun tak bergeming ketika KIH menyatakan hendak menunjuknya sebagai Ketua DPR tandingan. Alih-alih Pram, akhirnya empat legislator KIH –Ida Fauziyah dari PKB, Effendi Simbolon dari PDIP, Dossy Iskandar dari Hanura, Syaifullah Tampiha dari PPP kubu Romy, dan Supriyadi dari Nasdem– menjadi pimpinan DPR sementara, tak ada ketua atau wakil. (Baca:
Pramono Anung Batal Jadi Ketua DPR Tandingan)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara para legislator KIH di parlemen disibukkan oleh berbagai agenda serba-tandingan, termasuk paripurna tandingan yang digelar pada hari yang bersamaan dengan paripurna resmi, Pram menjauhi hingar-bingar politik itu. Ia diam-diam bergerak di belakang layar, mengupayakan perdamaian KIH dan KMP.
“Sekarang upaya perdamaian sedang jalan,” kata Pram kepada CNN Indonesia ketika KIH sedang mempersiapkan rapat paripurna tandingan kedua. Meski merahasiakan langkah apa saja yang ditempuhnya dalam rangkaian lobi politik dengan KMP, Pram selalu mengabarkan via Twitter-nya tentang kemajuan yang dicapai kedua kubu.
“Alhamdulillah, secara prinsip sudah ada titik temu. Waktunya kerja, kerja, dan kerja. Mudah-mudahan lancar,” tulis Pram lagi di Twitter. Semua yang diucapkan Pram berbalik 180 derajat dengan kekisruhan yang tengah terjadi di parlemen. (Baca:
Beda Tipis Berdamai dan Berseteru ala DPR)
Pram tak pernah absen sekalipun dalam lobi politik KIH-KMP. Ia selalu hadir bersama Pelaksana Tugas Ketua Fraksi PDIP Olly Dondokambey. Keduanya menjadi ujung tombak KIH dalam menaklukkan hati para elite KMP. Tak dapat dipungkiri, Pram yang sudah lama malang-melintang di DPR merupakan pelobi ulung. Beberapa legislator KMP bahkan mengungkapkan kekesalannya secara tak langsung kepada elite KMP yang begitu ‘mudah’ dibujuk Pram.
“Tak semua anggota KMP senang dengan kesepakatan yang dicapai KIH dan KMP. Kami di bawah menyesalkan pimpinan DPR yang terlalu lembek pada KIH,” kata Sekretaris Fraksi Golkar Bambang Soesatyo. Seluruh pimpinan DPR –Ketua DPR Setya Novanto dari Golkar, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto dari Demokrat, Fahri Hamzah dari PKS, Fadli Zon dari Gerindra, dan Taufik Kurniawan dari PAN– notabene anggota KMP.
Menurut Bambang, elite KMP pada akhirnya selalu menuruti keinginan KIH. “Awalnya KIH minta 2 kursi pimpinan di Badan Anggaran dan Komisi XI, lalu berkembang menjadi 5 kursi, lalu minta lagi menjadi 10, lalu dirundingkan kembali jadi minta 16. Ketika 16 kursi itu sudah disetujui, minta lagi 5 menjadi total 21,” ujar dia. (Baca:
Damai, KIH Dapat Jatah 21 Wakil Ketua Komisi)
Kehebatan lobi KIH, melalui Pram dan Olly sebagai juru lobi utamanya, bahkan terlihat di saat terakhir dengan dihapuskannya tujuh ayat pada dua pasal Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Padahal KMP semula menolak untuk menghapuskan pasal-pasal tersebut. (Baca:
Ketua DPR Tak Setuju Revisi Tambahan UU MD3).
Pasal dalam UU MD3 yang awalnya disetujui KMP untuk direvisi hanya terkait penambahan jumlah kursi wakil ketua alat kelengkapan dewan, dari 3 menjadi 4 wakil ketua, untuk menampung keterwakilan KIH di 16 alat kelengkapa dewan yang terdiri dari 11 komisi dan 5 badan.
Namun pada rangkaian lobi maraton KIH-KMP di akhir pekan kemarin, KMP ternyata sepakat untuk menghapus tujuh ayat pada dua pasal UU MD3 yang dianggap mengancam sistem presidensial. Ayat-ayat tersebut berkaitan dengan wewenang DPR untuk mengajukan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat terhadap pemerintah. (Baca
Dalil lain PDIP Revisi UU MD3: Amankan Jokowi)
Alasan KMP kembali menuruti keinginan KIH adalah karena pasal-pasal tersebut dianggap tumpang-tindih dengan pasal lain dalam UU MD3. Hatta menjamin DPR tetap memiliki kekuatan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah meski tujuh ayat dalam UU MD3 itu dihapus. (Baca:
DPR Beramai, 7 Ayat UU MD3 Sepakat Dihapus)
Meski berperan penting dalam kesuksesan KIH ‘merayu’ KMP, Pram –sembari bercanda– justru mengatakan Hatta Rajasa lah yang berjasa dengan
food diplomacy di rumahnya. “Alhamdulillah, manjur di rumah Pak Hatta. Ini diplomasi ikan patin, karena setelah makan ikan patin, semua manjur,” kata Pram tergelak. (Baca:
Diplomasi Ikan Patin ala Hatta Rajasa)
Pukul 13.00 WIB ini, KIH dan KMP akan menandatangani nota kesepahaman di DPR, tanda berakhirnya perseteruan antara kedua kubu. Pram, tentu saja, menjadi salah satu kunci penting dalam merajut perdamaian itu.