KEBAKARAN HUTAN

Pemerintah Cabut Operasi Pemadaman Kabut Asap

CNN Indonesia
Selasa, 18 Nov 2014 14:46 WIB
BNPB resmi mengakhiri operasi pemadaman kabut asap akibat kebakaran hutan di sejumlah wilayah di Indonesia menyusul datangnya musim penghujan.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) resmi mengakhiri operasi pemadaman kabut asap akibat kebakaran hutan di sejumlah wilayah di Indonesia menyusul datangnya musim penghujan. (DetikFoto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) resmi mengakhiri operasi pemadaman kabut asap akibat kebakaran hutan di sejumlah wilayah di Indonesia.

"Kami sudah menghentikan bantuan pemadaman kebakaran asap kepada pemerintah provinsi sejak masuknya musim penghujan," kata Deputi Penanganan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Tri Budiarto saat jumpa pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (18/11).

Permintaan penanganan pemadaman kebakaran asap selama ini berasal dari Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menjelaskan pemadaman kebakaran hutan kemudian dapat dilakukan secara alamiah melalui hujan yang mengguyur wilayah tersebut.

Sementara itu, operasi pemadaman kebakaran hutan melalui bom air dan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) yang dilakukan BNPB dan sejumlah badan terkait sejak Maret 2014 dinilai sudah tidak diperlukan.

Metode bom air dilakukan dengan cara mengguyur sejumlah area dari udara menggunakan air. Sementara metode TMC melalui hujan buatan.

"Caranya dengan menaburkan Natrium Klorida (NaCl) ke awan sehingga awan cepat menghasilkan hujan," kata Tri menjelaskan.

Tri mengatakan operasi tersebut menggunakan setidaknya dua unit Heli Kamov, dua unit Heli MI-8, dua unit Heli MI-171, satu unit Heli Sikorsy, satu unit Heli Bolco, satu unit Heli Bell dan tiga heli dari perusahaan kehutanan dan perkebunan.

Berakhirnya operasi pemadaman sejalan dengan berakhirnya penetapan keadaan darurat bencana asap di empat provinsi yakni Kalimantan Tengah (10/11), Kalimantan Selatan (31/10), Jambi (31/10) dan Sumatera Selatan (15/11).

Sementara itu,  untuk status keadaan darurat dan bencana asap di Riau baru akan dicabut pada akhir bulan ini. Begitu pula dengan status darurat di Kalimantan Barat yang masih akan diberikan hingga akhir tahun 2014.

Merujuk data Kementerian Kehutanan, pada tahun 2014 kawasan hutan yang pertama kali terbakar terletak di Provinsi Riau dengan luasan sebesar 21.914 hektar. Kebakaran itu terjadi pada akhir Februari hingga April 2014.

Kebakaran hutan kembali muncul di sejumlah wilayah lain pada bulan Agustus hingga Oktober lalu, seperti di Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Luas kawasan hutan yang terbakar tercatat sebesar 32.140 hektar sementara untuk perkebunan mencapai 49.808 hektar.

Tri mengatakan dampak dari kebakaran hutan yang masif tersebut seperti penurunan kualitas udara, gangguan kesehatan, serta kerugian sosial dan ekonomi.

LSM Desak Pemerintah Tuntaskan Penegakkan Hukum

Sementara itu dihubungi secara terpisah Muslim Rasyid selaku Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mendesak pemerintah untuk meneruskan proses hukum dari pelaku kebakaran hutan.

"Kami melihat banyak kasus kebakaran hutan yang tidak jelas juntrungannya. Seolah-olah masalah ini hilang seiring dengan lenyapnya asap," kata dia.

Dia mencontohkan pada kasus di Riau di mana kasus 7 perusahaan di 2013 (PT BNS, PT RUJ, PT SLR, PT SPM, PT JJP, PT JJP, PT LIH, dan PT BBHA) dan 3 perusahaan di 2014 hingga kini masih belum jelas penegakkan hukumnya.

"Bagaimana mau menangani kasus 2014 kalau kasus 2013 saja banyak yang tidak tuntas?" dia menegaskan.

Oleh karena itu, pihaknya berharap agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta pihak Kejaksaan Agung untuk terus aktif mengusut kasus-kasus kebakaran hutan hingga tuntas meski asap tidak lagi berkobar di wilayah hutan Indonesia.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER