Jakarta, CNN Indonesia -- Bobroknya sistem birokrasi Indonesia menjadi salah satu alasan mengapa layanan publik di Indonesia begitu memprihatinkan. Bukan hanya itu, sampai berakarnya kebobrokan birokrasi Indonesia, membuat begitu terlihat sulit untuk diperbaiki. Revolusi birokrasi hanya terlihat seperti sebuah mimpi.
Direktur Program Prisma Resource Centre Suhardi Suryadi pun turut merasa revolusi mental merupakan hal yang sulit dilakukan. Perlu usaha dan kerja sama yang besar untuk melakukan perubahan dalam sistem birokrasi di Indonesia.
"Revolusi mental di sistem birokrasi kita ini sama seperti menunggu PSSI menjadi juara dunia. Perlu perubahan yang radikal," ujar Suhardi dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Sabtu (22/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tingginya penggunaan kekuasaan publik yang berujung pada korupsi, membuatnya bertanya apakah pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) mampu mengatasi permasalahan tersebut. Lebih lanjut, menurut Suhardi, rentenya sistem birokrasi dan ekonomi di Indonesia bukan disebabkan oleh tingkat pendidikan ataupun agama dari seseorang
"Ekonomi rente ini sudah menjadi bagian dari kehidupan sosial kita. Dikasih gaji tinggi tidak juga membuat jera agar tidak lagi korupsi dan melakukan pungutan liar," tutur mantan Direktur Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial ini.
Namun, pernyataan tersebut dimentahkan oleh Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana. Menurutnya, pemikiran kita sendirilah yang membuat reformasi itu sulit dilakukan.
"Saya kurang setuju, revolusi itu sebenarnya mudah. Kenapa berat? Karena persepsi kita sendiri yang mengatakan berat. Kenapa persepsinya berat? Karena kita merasa tidak perlunya revolusi," tuturnya.
Pemaksaan adalah salah satu cara yang dipandang efektif olehnya untuk merevolusi sistem birokrasi di Indonesia. "Siapa yang enggak mau ikuti syarat kepatuhan publik? Ganti. Pejabat yang enggak mau berubah dan merevolusi unit kecil di dalam dia, ganti saja. Proses akhir dari reformasi itu kan jadi sangat cepat," ujarnya menegaskan.