KASUS SUAP AKIL

Saksi Beberkan Penyerahan Duit Suap ke 'Sintua' Akil

CNN Indonesia
Kamis, 27 Nov 2014 14:52 WIB
Saksi Romi Herton buka kisah penyerahan uang senilai USD 316 ribu kepada orang dekat Akil Mochtar.
Walikota Palembang non aktif Romi Herton (kiri) dan istrinya Masyito (kanan) jalan bergandengan usai menjalani sidang agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa penuntut umun di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (20/11). Walikota Palembang non aktif Romi Herton dan istrinya Masyito menjalani sidang perdana dengan dakwaan dugaan suap sengketa pilkada kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dan memberikan keterangan tidak benar di persidangan. (ANTARAFOTO/Reno Esnir)
Jakarta, CNN Indonesia -- Saksi kasus suap sengketa Pemilihan Kepala Daerah Wali Kota Palembang, Iwan Sutaryadi, membeberkan penyerahan duit suap ke mantan Ketua Mahkamah Konsitusi Akil Mochtar. Iwan, selaku mantan Wakil Kepala Badan Permusyawaratan Desa Kalimantan Barat Cabang Jakarta mengatakan, ada seorang perantara bernama Muhtar Effendy yang mengambil uang milik nasabahnya, Romi Herton.

"Muhtar telepon saya mau ambil uang (milik Romi Herton) tanggal 18 Mei 2013. Uang mau diserahkan ke Sintua," kata Iwan saat diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa bekas Wali Kota Palembang, Romi Herton dan istrinya, Masyitoh, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (24/11).

Sintua yang dimaksud adalah Akil Mochtar yang saat itu sedang menangani kasus sengketa yang diajukan Romi. Dalam bahasa Kalimantan, Sintua merujuk pada sapaan untuk orang yang dihormati. Akil, menurut sejumlah pihak merupakan orang yang dituakan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Uang yang diambil Muhtar untuk Akil senilai USD 316 ribu, yang sebelumnya pada tanggal 13 Mei 2013, dititipkan oleh Romi ke Iwan. "Akan dibawa ke mana?" tanya Jaksa Pulung Rinandoro.

Menanggapi pertanyaan jaksa, Iwan mengatakan, "ke Pancoran. Awalnya saya enggak tahu rumah siapa, terus katanya rumah Sintua (Akil)."

Iwan menambahkan, Muhtar menyerahkan langsung uang suap milik Romi pada Akil menggunakan mobil Honda Jazz berwarna putih. "Dia pakai kemeja, luarnya menggunakan rompi. Uangnya enggak dibungkus, begitu uang saya serahkan ke dia (Muhtar), dia langsung masukkan ke rompi-rompinya. Rompinya banyak, gede, ada empat," kata Iwan.

Selain itu, Iwan mengakui pada tanggal 20 Mei 2013, Muhtar menyuruh dirinya mentransfer uang sebesar Rp 3,8 miliar ke rekening milik CV Ratu Samagat. "Awalnya saya tidak tahu itu milik istri Sintua. Setelah ada berita di televisi, saya tahu itu milik Ratu Tita (istri Akil)," ucap Iwan.

Sebelumnya, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa mantan Walikota Palembang, Romi Herton dan istrinya, Masyitoh telah menyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar sebesar Rp 14 miliar dan USD 316 ribu.

Suap digunakan untuk memuluskan sengketa Pemilihan Kepala Daerah Wali Kota Palembang yang sedang ditangani Akil di Mahkamah Konstitusi. Saat itu, Akil menjabat sebagai hakim ketua sidang. Sementara itu, majelis lainnya yang menangani kasus itu adalah Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dan Hakim Anggota Anwar Usman.

Sebelumnya, Romi dan pasangannya dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada), Harno Joyo kalah dalam Pilkada yang digelar tahun 2013 lalu. Mereka kalah dari rivalnya, Sarimuda dan Nelly dengan selilih suara sebanyak delapan suara.

Setelah Akil menerima duit pelicin, majelis hakim MK memenangkan gugatan Romi dan Harno. Alhasil, Akil dan hakim lainnya mengatakan Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Palembang pada April 2013 yang memenangkan rival Romi, tidak berlaku.

Akil juga mentapkan Romi memenangkan pemilu dengan perolehan suara sebanyak 316.919 suara. Jumlah tersebut mengalahkan rivalnya Sarimuda dan Nelly dengan selisih suara sebanyak 23 suara.

Setelah pemutusan perkara, Masyito kembali menyerahkan uang kepada Akil melalui Muhtar Effendy sebanyak Rp 2,75 miliar.

Atas tindakan tersebut, Romi dan istrinya, diancam pidana Pasal 6 ayat 1 huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 KUHP. Ancaman untuk keduanya yakni penjara 15 tahun. Keduanya didakwa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan tentang perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER