Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak usulan pembuatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) soal calon pimpinan lembaga negara tersebut. Usulan tersebut dilontarkan oleh Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Azis Syamsudin, apabila seleksi capim KPK macet.
"Ya, kalau Perppu kami tolak. Kami keberatan kalau saja misalnya tiba-tiba pemerintah atau presiden mengeluarkan Keppres atau Perppu yang menunjuk entah itu siapa, untuk mengisi jabatan wakil pimpinan KPK," kata Ketua KPK Abraham Samad usai menghadiri acara 'Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi' di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (2/12).
Dia berpendapat, KPK tidak dalam keadaan darurat. "Maka tak ada alasan dan tak ada dasar hukum pemerintah keluarkan Perppu atau Perpres untuk tunjuk pengganti Busyro," ucapnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, dia membandingankan kondisinya dengan masa kepemimpinan Antasari Azhar. Pada saat itu, mantan Presiden SBY sempat mengeluarkan Perppu. "Kalau misalnya pada saat Antasari, memang ada situasi dan kondisi dalam keadaan darurat pada saat itu. Itu pimpinannya ditahan, dan ini sekarang keadaannya normal-normal saja," ujarnya.
Menurutnya, apabila pemerintah mengeluarkan Perppu maka telah melakukan langkah keliru. "Bertentangan dengan hukum," katanya.
Sebelumnya, panitia seleksi calon pimpinan KPK telah menyerahkan dua nama yang diusulkan kepada presiden untuk mengisi kekosongan jabatan komisioner KPK yang saat ini tengah dipegang oleh Busyro Muqoddas. Busyro akan purna tugas pada 10 Desember mendatang.
Kemudian dua nama tersebut, Busyro dan Robby Arya Brata, diserahkan oleh presiden ke DPR untuk diuji kepatutan dan kelayakan. Kemarin Senin (1/12), Komisi Hukum DPR RI memastikan uji kelayakan dan kepatutan akan digelar esok Rabu (3/12). Meski demikian, kontroversi pun mencuat lantaran dua kubu di DPR belum menyetujui ihwal pelaksanaan uji kelayakan tersebut. Alhasil, usulan DPR berpotensi digugat.
Sejumlah pihak seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan keabsahan uji tersebut. Penelti ICW Emerson Yuntho di Gedung KPK, Senin sore (1/12), menuturkan bahwa penyelenggaraan uji kelayakan bukan dilakukan oleh DPR melainkan hanya oleh fraksi KMP dan Demokrat. Padahal, DPR terdiri dari sejumlah fraksi termasuk fraksi dari kubu KIH. Jika terjadi kemacetan seleksi, maka Perppu berpotensi menjadi jalan terakhir.