Jakarta, CNN Indonesia -- Bentrok Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) berulang kali terjadi. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut, bentrok 19 November lalu terjadi karena TNI kecewa dengan sikap polisi yang belum memberi sanksi anggotanya dalam bentrok pada 21 September 2014.
"Peristiwa terjadi karena penegakan hukum di kepolisian kurang objektif, imparsial, dan tidak memberi rasa adil untuk masyarakat serta anggota TNI," kata Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai, Kamis (4/12).
Pernyataan Pigai merupakan salah satu hasil penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM terkait bentrok TNI dengan polisi. Namun Pigai tak menjelaskan lebih lanjut kepada media mengenai poin-poin penting yang menjadi hasil penyelidikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pigai menyampaikan penyelidikan tersebut dalam pertemuan dengan Polri di Mabes Polri, Kamis. Pertemuan memang digelar untuk menindaklanjuti peristiwa penembakan, pengepungan, pengerusakan, dan pembakaran di Satuan Brigade Mobil Polda (Satbrimobda) Kepulauan Riau oleh Anggota Yonif 134/Tuah Sakti, 19 November lalu.
Pada 21 September 2014, TNI dan polisi bentrok yang menyebabkan empat anggota Batalion 134 Tuah Sakti tertembak. Bentrok terjadi di Batam, Kepulauan Riau.
Untuk itu, lanjut Pigai, Polri harus menindak tegas anggotanya yang kedapatan menyalahi etika, melanggar disiplin, maupun melanggar pidana dalam bentrok 21 September tersebut.
"Mereka (TNI) menuntut pihak yang terlibat segera dikenai sanksi disipilin, pidana, dan pelanggaran kode etik oleh kepolisian," kata Pigai.
Menurut Pigai, proses hukum yang diterapkan polisi masih menggunakan peradilan umum. "Kami berharap Komisi III DPR turun tangan mengatasi hal ini. Salah satu caranya dengan menyediakan proses peradilan yang setara di tubuh TNI dan Polri," ujar Pigai.
Komnas HAM mengusulkan agar proses peradilan umum diterapkan juga di tubuh TNI. Agar rentang waktu yang sama muncul dalam proses penyelidikan hingga pemberian sanksi bagi anggota TNI dan Polri.