Jakarta, CNN Indonesia -- Ini hari istimewa bagi Susilo Bambang Yudhoyono. Untuk pertama kalinya sejak meninggalkan Istana Negara, 20 Oktober, SBY kembali datang ke Kompleks Istana Kepresidenan yang pernah ia diami selama sepuluh tahun. Semua itu demi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Perppu Pilkada) yang ditolak oleh Partai Golkar.
Semula berkunjung ke Istana dalam kapasitasnya selaku Presiden Global Green Growth Institute, SBY disebut Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto tak akan bicara politik dengan Presiden Joko Widodo. Namun begitu SBY tiba di Istana Merdeka, Senin (8/12), jelas bahwa pertemuannya dengan Jokowi tak lain untuk bicara soal Perppu Pilkada yang pembahasannya akan dimulai di Dewan Perwakilan Rakyat pada Januari 2015.
Masih lekat di benak masyarakat, Perppu Pilkada dikeluarkan SBY di akhir masa pemerintahannya untuk membatalkan Undang-Undang Pilkada yang mengembalikan kewenangan memilih kepala daerah ke DPRD. UU yang mencabut hak rakyat untuk memilih kepala daerahnya itu disetujui DPR lewat voting di rapat paripurna dan memancing reaksi keras publik, sehingga SBY menganggap ada keadaan mendesak untuk mengeluarkan Perppu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perppu Pilkada kemudian justru mendapat dukungan dari Koalisi Merah Putih melalui kesepakatan hitam di atas putih yang ditandatangani Demokrat dan seluruh partai politik anggota KMP. Perppu didukung karena Demokrat bersedia untuk memberkuat KMP di parlemen. (Baca:
SBY Telepon Ical Saat KMP Teken Dukungan Perppu)
Namun belakangan salah satu anggota KMP, Golkar, ternyata mengingkari kesepakatan dan menolak Perppu Pilkada. Penolakan itu tercantum dalam salah satu butir rekomendasi Musyawarah Nasional yang digelar kubu Aburizal Bakrie di Nusa Dua, Bali. Tak ayal Demokrat berang dengan ulah Golkar. (Baca
Demokrat: Golkar Begitu Mudah Ingkari Komitmen)
SBY, selaku pihak yang mengeluarkan Perppu Pilkada dan Ketua Umum Demokrat, menyampaikan amarahnya lewat akun Twitter pribadi dia, Kamis malam (4/12). Ia mengingatkan Golkar atas perjanjian yang telah mereka tanda tangani bersama.
“Ketika melepas tweet ini, saya memegang nota kesepahaman bersama 6 parpol tanggal 1 Oktober untuk mendukung Perppu usul pemerintah,” tulis SBY lewat Twitter. Nota kesepahaman itu, menurut SBY, diteken oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PKS, dan PPP –khusus PPP hanya Ketua Umum karena partai itu terbelah.
SBY kemudian menyebut langkah Golkar yang menolak Perppu Pilkada sebagai sebuah pengingkaran terhadap kesepakatan yang telah dibuat. SBY tak sungkan menunjukkan kemarahannya kepada partai pimpinan Aburizal (Ical) itu.
“Tidak mungkin Partai Demokrat bisa bekerjasama dengan pihak-pihak yang tidak konsisten, ingkar kesepakatan, dan meninggalkan komitmen begitu saja,” ujar SBY.
Lebih jauh, SBY bahkan memerintahkan para petinggi Demokrat untuk segera menjalin komunikasi politik dengan PDIP dan Koalisi Indonesia Hebat demi meloloskan Perppu Pilkada di DPR.
Saat itu juga, SBY menyampaikan niatnya untuk 'turun gunung.' “Sebenarnya saat ini saya ingin menyepi dari politik. Tetapi keadaan mengharuskan saya untuk mengambil sikap tegas dan terang,” kata dia.
Turun gunungItulah yang hari ini dilakukan oleh SBY: turun gunung. Dia menemui Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla secara terpisah di kantor mereka masing-masing. Meski pertemuan digelar terpisah, namun substansi bahasannya sama, yakni soal Perppu Pilkada.
“Kami punya posisi sama untuk bersama-sama mengawal Perppu sehingga
Insya Allah bisa diterima DPR. Seratus persen kami ada kesesuaian,” kata SBY usai menggelar pertemuan tertutup dengan Jokowi di Istana Merdeka.
SBY menegaskan, dia dan Jokowi sama-sama berkepentingan mendukung pilkada langsung oleh rakyat, sebab pilkada langsung sesuai dengan aspirasi masyarakat untuk mewujudkan demokrasi melalui pemilihan kepala daerah.
Usai menggelar konferensi pers singkat di Istana Merdeka, SBY lantas melambaikan tangan ke wartawan. Namun ia belum hendak kembali ke Cikeas. Dia melanjutkan kunjungannya menemui Jusuf Kalla, wakil presiden Jokowi yang juga wakil presiden periode pertamanya.
Di kantor Wakil Presiden, SBY disambut hangat oleh Kalla. Mereka berdua bahkan tampak kompak mengenakan kemeja ungu. Sudah sejak pekan lalu Kalla menyatakan terima kasihnya kepada SBY dan Demokrat karena terus mendukung Perppu Pilkada –yang juga didukung Koalisi Indonesia Hebat.
“Sejak awal tekad kami sama. (Sekarang) Demokrat selaku pemerintahan lama sejalan dengan KIH, saya rasa itu otomotis saja,” ujar Kalla seraya tersenyum kepada SBY.
Politikus senior dan mantan ketua umum Golkar itu tak khawatir dengan rekomendasi Munas Golkar Bali yang menolak Perppu. “Golkar Ical itu memang jualannya pilkada lewat DPRD,” kata Kalla, enteng.
Namun, ujar Kalla, tak perlu cemas. “Dengan kondisi seperti ini (Demokrat bersama KIH), Perppu pasti dapat dukungan 60 persen (anggota DPR),” ujarnya. Apalagi, menurut Kalla, PAN yang ada di dalam KMP pun bakal ikut mendukung Perppu Pilkada.
Untuk diketahui, Golkar menolak Perppu Pilkada karena pilkada tak langsung lewat DPRD menguntungkan partai itu. Mereka jadi bisa merebut banyak jabatan kepala daerah. Selaras dengan tujuan menguasai kursi kepala daerah di Indonesia, Golkar juga mengusulkan revisi UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD untuk memperkuat posisi DPRD.
Perppu Pilkada dulu dikeluarkan SBY karena kubu pendukung pilkada langsung kalah voting di DPR akibat Demokrat –yang diinstruksikan SBY mendukung penuh pilkada langsung–
walkout menjelang voting. Kesalahan Demokrat itulah yang kini harus dibayar SBY dan sampai membuatnya kembali melangkahkan kaki ke Istana, bergabung dengan kubu Jokowi-JK.