KORUPSI KEHUTANAN

Ada 6 Tempat di Indonesia Punya Pola Korupsi Fantastis

CNN Indonesia
Jumat, 12 Des 2014 07:28 WIB
ICW menemukan enam pola korupsi di sumber daya alam yang biasa digunakan pengusaha di daerah. Kerugian ditaksir hingga ratusan triliun rupiah.
Alat berat mengambil material batu dan tanah di lokasi pegunungan kawasan kecamatan Baitussalam dan Mesjid Raya, Aceh Besar, Aceh, Rabu (25/11). ICW mensinyalir potensi kerugian negara mencapai ratusan triliun rupiah akibat korupsi sumber daya alam (Ampelsa/AntaraFoto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Potensi kerugian negara akibat korupsi sumber daya alam di enam wilayah di Indonesia diperkirakan mencapai ratusan triliun.

Korupsi tersebut berkaitan dengan perizinan bermasalah dan perambahan hutan secara ilegal dari korporasi.

Koordinator Divisi Investigasi dan Publikasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S. Langkun mengatakan sejak awal tahun 2014 pihaknya mengadakan investigasi dan penelitian di enam provinsi di Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami melihat kasus korupsi di enam tempat dan menemukan potensi kerugian negara hingga Rp 200 triliun," kata dia di Jakarta, Kamis (11/12).

Keenam provinsi tersebut, katanya, adalah Aceh, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Timur. Tama kemudian mengatakan dari keenam tempat tersebut dugaan korupsi yang paling fantastis ada di Pulau Bangka di Sulawesi Utara.

Dugaan korupsi di Pulau Bangka Sulut bermula ketika izin eskplorasi tambang oleh PT Mikro Metal Perdana tetap diberikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik.

Padahal, saat itu, sebelas kementerian telah melakukan moratorium penghentian eksplorasi daerah Bangka Sulut.

"Pulau Bangka itu luasnya cuma 5.000 hektar. Bayangkan 3.500 hektar akan dibuat proyek tambang. Pulau ini akan patah," kata dia.

Tama juga menjelaskan meskipun izin sudah keluar namun perusahaan tetap tidak membayar biaya reklamasi lahan. Karena itu, negara diperkirakan akan merugi hingga triliunan rupiah.

Tama menjelaskan pola nakal dan indikasi korupsi tersebut juga ditemukan di kelima tempat lainnya.

Dari data ICW ditemukan indikasi korupsi pada pengusahaan tanaman teh di kawasan hutan lindung Bukit Dingin, Sumatera Selatan dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 36,6 miliar.

Negara juga diperkirakan merugi sekitar Rp 118,32 miliar akibat pengusahaan sawit di kawasan Suaka Marga Satwa Dangku, Sumatera Selatan.

Tak hanya itu, penambangan batubara di kawasan hutan produksi Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, juga disinyalir merugikan negara sebesar Rp 241,04 miliar.

Contoh lainnya adalah pengusahaan sawit di Kawasan Ekosistem Lauser (KEL) di Aceh yang diduga mengakibatkan kerugian negara Rp 58,7 miliar. Sementara, pengusahaan tambang di Manggarai, Nusa Tenggara Timur diduga sebabkan kerugian hingga Rp 11,14 miliar.

Selain itu, pengusahaan pasir besi di Kabupaten Malang, Jawa Timur, juga diperkirakan merugikan negara sekitar Rp 600 miliar.

Tindaklanjut ke KPK

Korupsi di bidang sumber daya alam, katanya, jauh lebih berbahaya dari korupsi bidang pengadaan barang dan jasa.

"Kalau korupsi sumber daya alam yang rugi masyarakat dan alam tidak hanya materi saja," kata dia menegaskan.

Dalam melakukan investigasi, pihaknya juga bekerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal seperti Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAKA) serta Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

Hasil penelusuran di keenam provinsi tersebut, katanya, akan dibawa ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ditindaklanjuti.

"Jadi hasilnya ini akan dibawa ke KPK untuk diukur lebih spesifik potensi kerugian sebenarnya," kata dia.

Enam Modus Korupsi

Tama kemudian mengatakan setidaknya terdapat enam modus yang biasa digunakan dalam korupsi sumber daya alam.

Modus tersebut diantaranya merambah hutan secara ilegal, memanipulasi perizinan serta. tidak membayar dana reklamasi.

Modus juga termasuk menggunakan broker untuk mengurus perizinan ke penyelenggara negara, menggunakan proteksi dari oknum penegak hukum, dan memanfaatkan posisi sebagai penyelenggara negara untuk perusahaan pribadinya.

"Umumnya pihak perusahaan yang bermasalah selalu dekat dengan pihak penguasa. Sehingga, aparat seringkali menjadi bekingan perusahaan tersebut,"ujar dia.

Tama kemudian mengharapkan agar pemerintah dengan tegas mengkaji ulang perizinan dan mencabut izin korporasi bermasalah. Pemerintah pusat juga bisa tegas mendesak kepala daerah untuk segera mencabut izin bermasalah yang direkomendasikan oleh KPK.

Selain itu, pihaknya juga berharap pemerintah mempersiapkan strategi untuk menghadapi penjahat-penjahat kriminal dalam bidang sumber daya
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER