Jakarta, CNN Indonesia -- Penetapan tersangka Pemimpin Redaksi The Jakarta Post Meidyatama Suryodiningrat atas sangkaan menistakan agama menimbulkan reaksi. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengecam pemidanaan terhadap Pemred The Jakarta Post tersebut.
"Mendesak kepolisian tidak menggunakan KUHP untuk menangani kasus terkait karya jurnalistik dan kembali menggunakan UU Pers sebagai cara menyelesaikan sengketa produk pers," kata Ketua Umum AJI Indonesia Suwarjono dalam pernyataan yang diterima CNN Indonesia, Kamis malam (11/12). (baca juga:
The Jakarta Post Bantah Sangkaan Menistakan Agama)
AJI Indonesia mendesak Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Unggung Cahyono untuk mencabut status tersangka Meidyatama. Suwarjono menegaskan, UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers bersifat
lex specialis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kasus ini bila dibiarkan akan menjadi ancaman serius bagi kebebaaan pers dan akan bisa terkena kepada siapa pun," ujar Suwarjono.
Suwarjono mengingatkan kepolisian tentang nota kesepahaman antara Dewan Pers dengan instansi penegak hukum itu bahwa sengketa produk jurnalistik akan diselesaikan lewat Dewan Pers.
Nota kesepahaman antara Dewan Pers dan Kepolisian RI tentang koordinasi dalam penegakan hukum dan perlindungan kemerdekaan pers telah ditandatangani Kapolri Jenderal Timur Pradopo dan Ketua Dewan Bagir Manan tahun 2012. "Harusnya kesepakatan tersebut menjadi pegangan menangani kasus ini. Selain UU Pers yang bersifat lex specialis tersebut," kata Suwarjono.
Untuk itu, lanjutnya, AJI Indonesia mengajak masyarakat pers, baik media massa, Dewan Pers, dan seluruh pemangku kepentingan lainnya untuk menjaga kebebasan pers.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto sebelumnya menyebut bahwa penyidik telah menetapkan Meidyatama sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama. Meidyatama dijerat Pasal 156 ayat (a) KUHP tentang penistaan agama dengan ancaman penjara lima tahun. Terkait sangkaan tersebut, Meidyatama membantah. Menurutnya, dia menjalankan tugas jurnalistik sesuai kaidah yang ada.
Kasus ini bermula ketika The Jakarta Post edisi 3 Juli 2014 mempublikasikan sebuah karikatur bertulisan Arab yang sebenarnya mereka kutip dari sebuah media internasional, Alquds. Namun rupanya, karikatur tersebut membuat Majelis Tabligh dan Dakwah Korps Mubaligh Jakarta (KMJ) merasa tersinggung dan melaporkan Meidyatama selaku Pemimpin Redaksi The Jakarta Post ke polisi pada 15 Juli lalu.