Jakarta, CNN Indonesia -- Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) memperikirakan sekitar Rp 2,1 triliun dana anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) terhamburkan untuk total 89 lembaga nonstruktural. Jumlah itu masih ditambah dengan duit dari non-APBN Rp 2,8 triliun.
"Pendirian lembaga nonstruktural dilakukan untuk mengakomodasi kepentingan dan kebutuhan pendukung atau oposisi pemerintah agar tidak melakukan gerakan kritik yang bisa menggoyang pemerintah," kata Koordinator Investigasi dan Advokasi FITRA, Uchok Sky Khadafi kepada CNN Indonesia, Senin (15/12).
Uchok menjelaskan, sebanyak 10 dari 89 lembaga nonstruktural tersebut tidak menghabiskan anggaran APBN seperti di antaranya Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). SKK Migas setiap tahun menghabiskan anggaran Rp 1,8 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Anggaran itu penggunaannya tidak dalam pengawasan DPR, sama dengan anggaran CSR (
Corporate Social Responsibility)," ujar Uchok.
Menurut catatan FITRA, 89 lembaga nonstruktural tersebut memiliki total aset sebesar Rp 9,6 triliun. Uchok melanjutkan, sudah sepantasnya pemerintah menghapus lembaga-lembaga nonstruktural sebagai bentuk penghematan anggaran karena lembaga tersebut tidak efektif.
"Tapi penghapusan ini dimungkinkan lembaga tersebut tidak sesuai dengan selera Presiden. Artinya, ada lembaga yang dihapus, nanti ada juga lembaga yang didirikan Presiden Jokowi," kata Uchok.
Pernyataan Uchok tersebut bukan tanpa alasan. Pemerintahan Presiden Joko Widodo menyebut akan mendirikan lembaga ekonomi kreatif.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Andrinof Chaniago menyebutkan, lembaga ekonomi kreatif itu akan menjadi eksekutor atas pengembangan kegiatan ekonomi kreatif. Badan ini tidak akan membuat kebijakan.
Badan tersebut, lanjut Andrinof, akan mengintegrasikan aktivitas promosi produk dan jasa dalam negeri ke luar negeri. Anggaran untuk badan tersebut akan masuk dalam pembahasan Rancangan APBN tahun 2015.
Saat ini, Jokowi telah membubarkan 10 lembaga nonstruktural yaitu Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional; Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat; Dewan Buku Nasional; Komisi Hukum Nasional; Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional.
Komite Antar Departemen Bidang Kehutanan; Badan Pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu; Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak; Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia; dan Dewan Gula Indonesia.
Dari 10 lembaga tersebut, hanya dua lembaga yang mendapat duit dari APBN, yaitu Komisi Hukum Nasional yang mendapat Rp 13,5 miliar setiap tahun dan Dewan Gula Indonesia yang mengantongi Rp 1,3 miliar.
"Yang lain tidak ada dananya, pantas saja dibubarkan," ujar Uchok.