PERKARA MEDIA

Kriminalisasi Pers Lemahkan Prinsip Pengawasan Publik

CNN Indonesia
Senin, 15 Des 2014 19:29 WIB
Kriminalisasi terhadap media dan jurnalis dinilai dapat melemahkan prinsip check and balances oleh publik terhadap kebijakan dan tindakan pemerintah.
Ilustrasi kerja jurnalistik. Kriminalisasi terhadap media dan jurnalis dinilai dapat melemahkan prinsip check and balances oleh publik terhadap kebijakan dan tindakan pemerintah. (Picjumbo/Viktor Hanacek)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengacara senior Todung Mulya Lubis menyesalkan langkah kriminalisasi hasil kerja jurnalistik yang dilakukan kepolisian terhadap The Jakarta Post. Kriminalisasi terhadap media dan jurnalis dinilai dapat melemahkan prinsip check and balances oleh publik terhadap kebijakan dan tindakan pemerintah.

Padahal, Todung menggarisbawahi, iklim kebebasan pers sangat dibutuhkan. "Kalau ada keberatan substansial, saya melihat penyelesaian ke Dewan Pers sudah bisa dilakukan. Saya ingin kepolisian menggunakan mekanisme Undang-Undang Pers," ujar Todung di kantornya di Jakarta, Senin (15/12).

Pernyataan tersebut disampaikan menyusul penetapan Pemimpin Redaksi The Jakarta Post Meidyatama Suryodingrat sebagai tersangka penistaan agama di Polda Metro Jaya. Todung adalah kuasa hukum Meidyatama.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Todung, saat ini dia memang kerap menemukan pemberitaan media yang tidak akurat dan kurang menghargai prinsip check and recheck. Namun dia meminta masyarakat juga harus mahfum dengan tenggat waktu yang dihadapi perusahaan pers.

"Selama berita itu tak memiliki niat jahat dan tidak ada kecerobohan yang luar biasa, saya melihat pemberitaan itu tidak mengandung unsur kiminal," katanya.

Meski tengah menangani kasus kriminalisasi pers, Todung optimis iklim demokrasi akan tumbuh dewasa di Indonesia. Kasus serupa diharapkan semakin berkurang.

"Prinsipnya, silakan mengajukan keberatan kepada media, tapi kembalikan pada Undang-Undang Pers atau ke hukum perdata," ujarnya.

Kasus ini bermula ketika The Jakarta Post edisi 3 Juli 2014 memublikasikan karikatur bertulisan Arab yang mereka kutip dari sebuah media internasional, Alquds. Karikatur tersebut membuat Majelis Tabligh dan Dakwah Korps Mubaligh Jakarta (KMJ) merasa tersinggung dan melaporkan Meidyatama ke polisi, 15 Juli lalu.

Menurut Meidyatama, The Jakarta Post sebagai sebuah media massa, telah melakukan kerja jurnalistik yang justru mengkritik eksistensi gerakan Negara Islam Iraq dan Suriah (ISIS).

Namun, polisi menganggap Meidyatama bertanggung jawab terhadap pemberitaan tersebut. Dia dijerat Pasal 156 ayat (a) KUHP tentang penistaan agama dengan ancaman penjara lima tahun.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER