Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan sedang mengatur waktu untuk memanggil Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam terkait kecurigaan atas kepemilikan rekening gendut. Rekening gendut tersebut mengacu pada Laporan Hasil Analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Semua ada di agenda Pak Dirdik (Direktur Penyidikan)," kata Jaksa Agung Muda pada Pidana Khusus (Jampidsus) Widyo Pramono, Jumat (19/12).
Menurut Widyo, saat ini Kejagung tengah memproses rencana pemanggilan tersebut. "Semuanya diproses dengan baik," ujarnya.
Kepala PPATK Muhammad Yusuf awal bulan Desember 2014 menyerahkan 10 berkas transaksi mencurigakan sejumlah kepala daerah dan mantan kepala daerah ke Kejagung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Kejaksaan Agung, LHA PPATK tersebut menyebut bahwa ada delapan kepala daerah yang saat ini sedang dicurigai memiliki transaksi mencurigakan. Namun, Korps Adhyaksa menolak menjelaskan lebih lanjut kecurigaan itu, termasuk siapa saja dan kasus apa yang menjeratnya.
Sejauh ini, Kejagung baru mengungkapkan empat dari delapan nama yang dicurigai. Mereka adalah Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam yang memasuki tahap penyelidikan; mantan Bupati Pulang Pisau Achmad Amur yang kini tengah ditelaah; mantan Bupati Klungkung I Wayan Chandra sudah disidangkan, serta Bupati Bengkalis, Herliyan Saleh dalam tahap penyelidikan.
Wakil Kepala PPATK Agus Santoso kepada CNN Indonesia mengatakan, LHA yang diberikan kepada Kejaksaan Agung terdiri dari LHA yang merupakan proaktif PPATK. "Tetapi ada juga yang berdasarkan permintaan. LHA kami berikan bertahap," kata Agus, Kamis malam (18/12).
Berdasarkan catatan PPATK, selama Januari-November 2014, lembaga intelijen keuangan ini menerima permintaan analisis transaksi keuangan (
inquiry) mencapai 400 permintaan. Jumlah itu meningkat dari permintaan selama satu tahun lalu.
Inquiry tersebut diajukan oleh enam penyidik pidana pencucian uang yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, kejaksaan, Badan Narkotika Nasional (BNN), Direktorat Jenderal Pajak, serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.