Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis hakim Pengadilan Tipikor memvonis bos PT Nindya Karya, Heru Sulaksono, dengan hukuman sembilan tahun bui. Heru terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus pengembangan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang tahun 2006-2011.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Heru Sulaksono selama sembilan tahun dan denda Rp 500 juta subsider empat bulan kurungan," kata Hakim Ketua Cismaya dalam persidangan pembacaan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (22/12). Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 10 tahun penjara.
Selain itu, hakim memvonis Heru untuk membayar ganti rugi negara senilai Rp 12,6 miliar. "Dikurangi nilai harta benda yang sudah disita negara dengan ketentuan dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Apabila tidak uang yang mencukupi, dipidana selama tiga tahun," ujar Hakim Cismaya.
Menanggapi tuntuan, Heru mengaku akan menggunakan waktu selama tujuh hari untuk memutuskan akan mengajukan banding atau tidak. "Pikir-pikir," ujar kuasa hukumnya dalam persidangan. Hal serupa juga dilontarkan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam proyek tersebut, Heru merupakan pimpinan Nindya Sejati Joint Operation, perusahaan yang menggarap proyek pada tahun 2004, 2006 hingga 2011. Joint operation tersebut merupakan kerja sama antara PT Nindya Karya dengan perusahaan lokal PT Teguh Sejati. Penunjukan Nindya Sejati JO dilakukan tanpa melalui lelang tender.
Dalam realitanya, meskipun pekerjaan tidak selesai 100 persen, Heru menerima pembayaran utuh. Dari rangkaian korupsi selama lima tahun, penyidik KPK menemukan selisih penerimaan riil dan biaya riil tahun 2006 sampai dengan 2011 sebesar Rp 287 miliar. Sementara itu, kekurangan volume terpasang tahun 2006 sampai dengan 2011 sebesar Rp 15,9 miliar. Sedangkan penggelembungan harga satuan dan volume pada kontrak subkontraktor sebesar Rp 10,162 miliar. Selain itu, negara merugi Rp 313 miliar.
Dari duit yang diterima, Heru didakwa melakukan pencucian melalui pembelanjaan sejumlah aset senilai Rp 13,72 miliar. Aset tersebut di antaranya satu unit mobil Honda Civic, apartemen Salemba Tower, cincin berlian emas putih 18 karat, sejumlah set kotak perhiasan, dan polis asuransi.
Atas perbuatan pidana tersebut, Heru terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP. Selain itu, Heru dijerat Pasal 3 ayat 1 huruf b, d tentang UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto pasal 65 ayat 1 KUHP.