Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama Pertamina Dwi Sutjipto mempersilakan KPK memeriksa pejabat Pertamina jika memang ada indikasi keterlibatan dalam kasus korupsi gas alam di Bangkalan, Madura. Namun sejauh ini, Dwi mengaku belum mendengar ada bawahannya yang terlibat meski sudah dua petinggi Pertamina EP, anak perusahaan Pertamina, diperiksa KPK.
"Kalau ada personil-personil Pertamina yang terlibat suatu kasus silakan ditindaklanjuti," kata Dwi usai bertandang ke markas lembaga antirasuah itu, Jakarta, Senin (22/12).
Dwi mengaku datang ke KPK hanya untuk menggelar audiensi dengan pimpinan KPK tentang pencegahan korupsi di BUMN yang dipimpinnya saat ini. Sebagai pemimpin Pertamina yang baru, Dwi berharap mendapat dukungan dari KPK untuk memberi masukan dalam membangun Pertamina yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Respon dari pimpinan KPK sangat
welcome. Mereka proaktif membantu berbagai instansi untuk membenahi sistem secara keseluruhan," kata Dwi.
Saat ditanya soal suap jual beli gas Bangkalan di mana dua petinggi Pertamina EP, Dwi tak mau berkomentar banyak. Dua petinggi Pertamina EP yang sudah diperiksa KPK adalah Presiden Direktur PT Pertamina EP Tri Siwindono dan mantan Direktur PT Pertamina EP Haposan Napitupulu. Keduanya diperiksa pada Kamis (18/12) lalu namun enggan menjawab saat ditanya mengenai keterkaitan dan materi pemeriksaan kasus.
Pertamina EP sendiri diduga mengalirkan alokasi gas kepada perusahaan swasta PT Media Karya Sentosa. Perusahaan pimpinan Antonio Bambang Djatmiko tersebut tercatat sebagai pembeli dalam perjanjian jual beli gas alam (PJBG) untuk pembangkit listrik di Gresik dan di Desa Gili Timur, Bangkalan, Madura, Jawa Timur, sejak 2007.
Dalam PJBG, PT Media Karya Sentosa disyaratkan membangun pipa gas agar bisa membeli gas alam. Namun pembangunan pipa gas diduga tidak pernah terwujud. Meski PT Media Karya tak membangun pipa, Pertamina EP diduga tetap menjual gas kepada perusahaan tersebut.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan mantan Bupati Bangkalan Fuad Amin Imron dan Antonio Bambang Djatmiko sebagai tersangka. Fuad disangka melanggar Pasal 12a dan 12b, Pasal 5 ayat 2, dan Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Sedangkan Antonio disangka Pasal 5 ayat 1a dan 1b serta Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Ancaman pidana untuk Fuad yakni sembilan tahun bui dan untuk Antonio yaitu lima tahun penjara.