Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas punya catatan soal upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Menurutnya, ada tiga ancaman berat yang bakal dihadapi Indonesia dalam memberangus pidana korupsi.
Tiga ancaman tersebut yaitu kekuatan bisnis yang bermain di wilayah kotor, politisi busuk, dan birokrat yang tak amanah. "Kalau tiga kekuatan ini bersatu, itu ancaman berat bagi bangsa ini, dan bagian dari bangsa adalah KPK," kata Busyro kepada CNN Indonesia, Jumat (26/12).
Menurut Busyro, proses perolehan kekuasaan pemerintahan yang dilakukan lewat jalur politik masih rentan diwarnai politik uang. Hal itu menghasilkan kekuasaan daerah yang lebih mencerminkan kepentingan partai politik ketimbang kebutuhan rakyat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Maka perlu ada kekuatan sipil untuk membantu pemerintah dan pemerintah daerah dalam mencegah korupsi secara sistemik," ujar Busyro.
Busyro menekankan pentingnya pemerintah melibatkan lembaga swadaya masyarakat yang kredibel, kampus, pusat studi, dan lembaga riset dalam proses penggunaan anggaran, sehingga tidak disalahgunakan oleh birokrat yang tidak amanah.
"Rakyat betul-betul tertinggal dalam penyusunan APBD dan kebijakan. Maka wajar terjadi korupsi masif di daerah. Maka itu di 2015, kami minta unsur masyarakat sipil dilibatkan," kata Busyro.
Politisi busuk, bisnis kotor, dan birokrat tak amanah memang menjadi ancaman besar dalam pemberantasan korupsi. Berdasarkan data KPK per 30 November 2014, kekuatan bisnis, dalam hal ini pihak swasta yang tersangkut kasus korupsi, mencapai 107 orang. Jumlah tersebut terhitung sejak awal KPK dibentuk.
Selain kekuatan bisnis, politisi busuk yang disebut Busyro mengancam pemberantasan korupsi juga tergambar dari jumlah pejabat publik yang telah menjadi terpidana kasus korupsi. Masih berdasar data KPK, lembaga antikorupsi itu telah menangkap 76 anggota DPR dan DPRD; 12 gubernur; 42 orang wali kota, bupati, serta wakilnya; dan 20 orang kepala lembaga atau kementerian sebagai tersangka korupsi.