Jakarta, CNN Indonesia -- Bagi Mahkamah Agung, 2015, merupakan tahun kerja. Sebab ada beberapa agenda penting yang tak mungkin mahkamah lewatkan. Salah satunya yakni melakukan seleksi terhadap para calon pengadil adhoc yang nantinya akan bersidang di pengadilan tindak pidana korupsi seluruh Indonesia.
Sejak awal Desember lalu, mahkamah mulai sibuk. Sebab, dibutuhkan sedikitnya 15 hakim ad hoc korupsi untuk tingkat pertama dan enam pengadil untuk pengadilan tingkat banding.
Berdasarkan catatan CNN Indonesia, sebanyak 309 pelamar telah mengikuti ujian tertulis pada 4 Desember lalu, dan hanya 51 kandidat yang dinyatakan lolos. Jumlah itu terdiri dari 13 orang calon hakim untuk tingkat banding dan 38 orang calon hakim untuk tingkat pertama.
Mahkamah mengakui tak mudah menjaring para ahli hukum, khususnya hukum pidana korupsi, untuk menjadi pengadil di meja hijau. Sederet persyaratan bergengsi harus dipenuhi para pelamar yaitu usia minimal 40 tahun, menguasai hukum, dan memiliki rekam jejak tanpa cacat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rekam jejak tanpa cacat merupakan salah satu catatan khusus. Pasalnya, mereka yang terpilih bakal mengadili perkara yang telah lama menjadi musuh bersama republik ini: Korupsi.
Para kandidat akan kembali mengikuti seleksi tahap penilaian terhadap profil dan wawancara. Publik diminta terlibat dengan memberi penilaian dan informasi mengenai kandidat hingga 2 Februari 2015.
Selain soal pengadil tipikor, mahkamah juga telah mengantongi dua nama untuk seleksi hakim konstitusi dari unsur MA. Mereka adalah hakim Pengadilan Tinggi Denpasar Suhartoyo dan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Bangka Belitung Ridwan.
Publik kini menanti Mahkamah Agung menjaring para pengadil bagi perkara korupsi dan konstitusi bagi negeri ini. Semoga dari palu yang ada di genggaman mereka, keadilan terwujudkan.