TEROPONG 2015

Menunggu Tuah Lembaga Antirasuah Daerah

CNN Indonesia
Senin, 29 Des 2014 09:01 WIB
Meningkatnya tren korupsi di kalangan pejabat daerah menunjukkan perlu adanya tindakan pencegahan yang serius. 2015, KPK hadir di daerah.
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Jumat (22/9). (CNN Indonesia/Adhi WIcaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejak dibukanya keran otonomi daerah, niatan demokrasi justru malah berbuah aristokrasi dengan produk berupa raja-raja kecil yang muncul di daerah. Masalah itu jelas membuka peluang terjadinya korupsi di kalangan pejabat daerah. Alhasil, perkara korupsi kepala daerah terus menggurita setiap tahunnya.

Hasil penelitian Indonesian Corruption Watch (ICW) pada 2014 semester 1 menunjukkan fakta bahwa sebagian besar tersangka kasus korupsi adalah pejabat atau pegawai pemerintahan daerah. Kepala Divisi Investigasi ICW Tama S Langkun juga menyebutkan jumlah kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi pada 2014 semester 1 meningkat dua kali lipat dari periode yang sama tahun lalu, yakni 25 orang.

Kepala daerah tersebut tidak hanya tersangkut kasus korupsi dengan nilai nominal kecil. Sebut saja kasus dugaan korupsi alih fungsi hutan di Riau yang memperkarakan Gubernur non aktif Riau Anas Maamun.

Maamun menjadi tersangka suap senilai Rp 2 miliar dari pengusaha kelapa sawit Gulat Medali Emas Manurung. Suap tersebut diduga diberikan sebagai jalan untuk mempermulus perubahan status menjadi lahan area penggunaan lain (APL).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain Maamun, kepala daerah lain yang juga terkena perkara korupsi adalah Bupati Bogor Rahmat Yasin. Oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung Rahmat divonis lima tahun enam bulan penjara akibat menerima suap ihwal ruislag hutan sebesar Rp 4,5 miliar.

Kasus korupsi sumber daya alam kehutanan tersebut merupakan satu dari seabreg perkara korupsi yang membelit kepala dan pejabat daerah. Tumpukan perkara itulah yang kemudian melatarbelakangi gagasan pembentukan cabang daerah dari lembaga antirasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto pada pertengahan Desember lalu mengatakan lembaganya berniat meningkatkan efektivitas pengawasan di luar Pulau Jawa. Caranya dengan membuka cabang lembaga antirasuah di daerah.

Cabang KPK tersebut rencananya akan berkonsentrasi pada pencegahan korupsi dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Untuk sasaran pertama, KPK membidik pulau Sumatera, tepatnya kota Medan di Sumatera Utara.

Selain Medan, KPK juga berencana membuka cabang di dua lokasi tengah dan timur Indonesia. Pimpinan KPK Abraham Samad mengatakan pihaknya juga akan menempatkan cabang KPK di Balikpapan, Kalimantan Timur dan Makassar, Sulawesi Selatan.

Rencana KPK tersebut memiliki dasar hukum sebagaimana tertera di Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 terutama Pasal 19 ayat (2) di mana KPK memiliki kewenangan membentuk perwakilan di daerah ibukota provinsi. Keinginan KPK itu sebenarnya bukan sebuah gagasan baru.

Pada 2012, ide pembentukan cabang KPK di daerah sebenarnya pernah disampaikan ke pihak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun, gagasan tersebut ditolak anggota dewan dengan alasan pemborosan anggaran.

Pada 2014 ini, suara kontra juga masih santer terdengar dari DPR. Saat ditanyai mengenai wacana pembentukan cabang KPK tersebut, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon langsung tegas menolak.

Fadli mengemukakan pembentukan cabang KPK hanya akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Senada dengan Fadli, pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Ganjar Laksmana, juga menolak gagasan tersebut.

Menurut Ganjar hadirnya kantor perwakilan hanya akan mempersulit pengawasan KPK dan mengenyampingkan kinerja kejaksaan dan kepolisian.

Namun, beberapa pihak dengan terang-terangan memberikan dukungannya atas gagasan KPK tersebut. Salah satunya adalah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, yang menilai perlunya kantor cabang KPK atas dasar tingginya tingkat korupsi di daerah.

Tak hanya Tjahjo, persetujuan juga dilontarkan oleh salah satu anggota dewan dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani.

Anggota Komisi Hukum DPR dari PPP tersebut mengatakan rencana pembentukan cabang tersebut merupakan akselerasi KPK dalam memberantas korupsi. Mengenai persoalan anggaran, dia menyatakan perlu dibicarakan lebih lanjut bersama DPR.

Sebenarnya DPR tak perlu membesar-besarkan persoalan anggaran jika ingin serius menerapkan pemberantasan dan pencegahan korupsi. Mantan pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas mengatakan pembentukan cabang KPK tidak akan memboroskan biaya melainkan justru penghematan anggaran.

Dia mencontohkan bagaimana penggeledahan dan penyidikan yang dilakukan aparat KPK di luar pulau Jawa cukup memakan biaya. Belum lagi, mendatangkan saksi ke Jakarta.

Hal tersebut bisa menjadi pertimbangan bagi DPR ketika membicarakan ulang gagasan KPK tersebut. Lagipula, dengan semakin efektifnya pengawasan pada tingkat daerah, uang negara yang bisa diamankan tentunya lebih besar dan berpengaruh pada akhirnya kepada pemasukan dari kas negara.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER