Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perhubungan angkat bicara terkait simpang siur pemberitaan yang menyebutkan pesawat QZ8501 milik PT Indonesia AirAsia seharusnya bisa diselamatkan jika saja petugas
air traffic controller (ATC) mengizinkan pilot pesawat tersebut untuk menggunakan ketinggian jalur pesawat milik maskapai lain.
J.A. Barata, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan menjelaskan setiap maskapai yang melayani penerbangan dari satu kota menuju kota lain pasti akan memilih garis lurus terdekat sebagai lintas penerbangan yang dilaluinya. Hal tersebut dilakukan untuk menghemat biaya bahan bakar yang harus dikonsumsi oleh penerbangan tersebut.
“Yang membedakan itu hanya ketinggiannya saja. Kemarin itu, pada
flight level (FL) 340 merupakan lintasan yang digunakan oleh maskapai Garuda Indonesia. Sehingga ketika AirAsia meminta naik ke FL 380 tidak bisa karena harus melalui FL 340 yang belum bebas,” ujar Barata kepada CNN Indonesia, Senin (29/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penjelasan Barata tersebut sekaligus mengklarifikasi pendapat para pengamat yang mengatakan luasnya langit Indonesia seharusnya tidak menjadi hambatan bagi ATC untuk menginstruksikan suatu pesawat bermanuver guna menghindari alam gelap yang kerap mengganggu penerbangan.
“Kalau mereka paham industri penerbangan seharusnya tidak semudah itu berpendapat. Langit Indonesia itu diumpamakan jaring-jaring yang diisi oleh jalur penerbangan setiap pesawat. ATC mengontrol jalur penerbangan tersebut agar tidak terjadi kecelakaan di udara,” tegasnya.
Dalam memberikan izin bagi suatu pesawat untuk berpindah jalur penerbangan, Barata menyebut ATC memiliki perhitungan sendiri untuk menghindari kecelakaan terjadi. “Dalam kasus AirAsia ini telah diizinkan untuk menghindari awan dengan berbelok ke kiri. Mengubah jalur penerbangan juga tidak serta-merta bisa dilakukan sewaktu-waktu, berbeda dengan naik mobil atau motor,” kata Barata.
Sebelumnya
Ignatius Bambang Tjahjono, Direktur Utama AirNav mengakui Capt. Irianto yang menjadi pilot pesawat Airbus A320-200 nahas tersebut memang telah meminta kepada petugas ATC untuk menaikkan ketinggian penerbangan dari 32 ribu kaki ke 38 ribu kaki.
“Namun untuk bisa mencapai 38 ribu kaki tersebut, AirAsia harus melalui ketinggian 34 ribu kaki yang ketika itu ada pesawat milik PT Garuda Indonesia Tbk,” ujar Bambang di Posko Penanganan Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Senin (29/12).
Menurut Bambang, jika petugas ATC mengizinkan pesawat AirAsia untuk naik saat itu juga maka tabrakan di udara dengan pesawat Garuda Indonesia dipastikan akan terjadi.