Jakarta, CNN Indonesia -- Kapal KN 224 milik Badan SAR Nasional meninggalkan Dermaga Kali Jabat, Tanjung Priok, Jakarta, Minggu (28/12), 15.42 WIB. Kapal ini mengangkut 20 anggota Basarnas Special Group (BSG) dan 14 awak buah kapal ini dipimpin oleh Kapten Ahmad.
KN 224 adalah satu dari lima kapal yang dikerahkan Basarnas untuk mencari AirAsia QZ8501 yang hilang kontak sejak hari Minggu lalu. Selain dari Tanjung Priok, Basarnas juga memberangkatkan kapal dari Pangkal Pinang, Palembang, Pontianak dan Bangka Belitung.
Menuju perairan Belitung Timur, perlengkapan canggih tak lupa dibawa mengingat pentingnya operasi penyelamatan AirAsia penerbangan rute Surabaya-Singapura ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami membawa peralatan selam,
remote operation vehicle,
direction finder dan
marine finder," kata Koordinator Operasi SAR KN 224 Charles Batlajery. Tak lupa, pasukan elite dan pencari dan penyelamat itu pun membawa belasan kantong mayat berwarna hitam yang sebisa mungkin sedikit bisa dipergunakan.
Arus laut selama perjalanan cukup aman untuk diarungi. Cuaca pun terpantau cerah berawan. Senin (29/12) dini hari, 4.15 WIB, KN 224 tiba di area pencarian atau titik terakhir hilangnya kontak pesawat Air Asia dengan ATC.
Namun di lokasi ini, gelombang tiba-tiba naik dan cuaca tak bersahabat. Rencana penurunan ROV atau robot pintar ke dalam laut urung dilakukan. Pasalnya saat itu gelombang dan cuaca tak mendukung kerja robot yang bisa mendeteksi benda-benda di dalam air itu.
"ROV tidak mungkin diturunkan karena kondisi ombak besar, maksimal arus gelombang satu knot," kata Ahmad. Gelombang tinggi pula yang membuat Ahmad menurunkan kecepatan kapal hingga 18 knot.
Rawannya pencarian malam hari dengan keterbatasan pencahayaan mesti diakhiri demi meminimalisir resiko tim penyelemat. Kondisi hitam kelam laut tak mampu ditandingi lampu sorot yang dipancarkan KN 224. Ahmad menuturkan, jarak pandang hanya sejauh 0,5 nautical mile atau sekitar 900 meter saja.
Pencarian dilanjutkan. Senin (29/12) pagi matahari dianggap cukup untuk menerangi. Kepala Ruang Mesin Made Oka mulai mengggunakan alat pencari arah. Dari anjungan kapal Made mengarahkan alat yang berbentuk seperti antena televisi ini ke segala penjuru mata angin.
 Kepala Kamar Mesin KN 224 menggunakan direction finder untuk mencari sinyal dari Emergency Locater Transmitter (ELT) pesawat Air Asia QZ8501, Senin (29/12). |
Dua jam berlalu, alat tersebut tak kunjung mengeluarkan bunyi sebagai isyarat tangkapan sinyal dari Emergency Locater Transmitter (ELT) yang terpasang di AirAsia QZ8501. Ia memiliki dua prediksi, ELT telah kehabisan baterai atau telah berada di bawah laut.
Selain cuaca dan gelombang tinggi, hambatan lain di perairan Belitung Timur adalah komunikasi dengan empat kapal Basarnas yang lain. Kapten Ahmad hanya bisa menerima informasi melalui radio komunikasi tanpa bisa membalas kabar.
Pencarian memutar pun dilakukan. Beberapa kali KN 224 berpapasan dengan kapal lain yang tengah berlatar. Kepada kapal yang berpapasan, Ahmad meminta mereka segera menginformasikan jika melihat ada indikasi keberadan QZ8501.
"Kami meminta mereka awas, kalau melihat indikasi tertentu langsung menghubungi SAR," ujarnya.
Hingga Ahmad memutuskan untuk bersandar di Manggar, Belitung Timur, hasil pencarian pada titik koordinat 3 derajat 37 menit 26 detik lintang selatan dan 109 derajat 47 menit 38 detik bujur timur masih nihil.
Sekitar pukul 17.00 WIB, Ahmad memutuskan mesin KN 224 dimatikan lebih dulu. Kapal Basarnas ini tak mampu bersandar di bibir pantai karena air pantai surut dan dangkal. Hampir seluruh penumpang dan anak buah kapal mendarat ke dekat Posko SAR Bersama di Pelabuhan Manggar menggunakan perahu kayu nelayan setempat.
Ahmad mengungkapkan, selama bersandar, ia akan menambah pasokan logistik seperti air tawar dan bahan makanan. Dari kapasitas penyimpanan seberat 10 ton, saat berangkat KN 224 hanya mengangkut delapan ton air tawar. Namun, ia tak berencana mengisi bahan bakar ke kapal. "Sampai hari ketujuh saya yakin masih cukup," kata Ahmad.