SELEKSI HAKIM MK

Satu Calon Hakim MK Tolak Hukuman Mati

CNN Indonesia
Selasa, 30 Des 2014 11:02 WIB
Salah satu calon hakim sebut hukuman mati sebagai penghilangan hak asasi yang paling fundamental.
Calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Imam Anshori Saleh mengikuti tes wawancara di Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (30/12). Dalam wawancaranya dengan Panitia Seleksi, Imam menyebut hukuman mati sebagai penghilangan hak asasi yang paling fundamental. (CNN Indonesia/Aghnia Adzkia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Imam Anshori Saleh, menolak hukuman mati bagi para terdakwa tindak pidana. Hal tersebut terlontar saat Imam menanggapi pertanyaan panitia seleksi Refly Harun dalam seleksi wawancara tahap II calon hakim MK di Aula Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (30/12).

Dalam wawancara, Refly mengemukakan banyaknya pandangan yang berpendapat posisi sebuah negara dengan mayoritas warga beragama muslim, akan mendukung hukuman mati. Berbeda dengan negara yang berbasis agama katholik yang cenderung menolak. Refly, dalam penuturannya, mencontohkan negara-negara barat melalui Konvensi Hak Asasi Manusia.

"Kalau judicial review diajukan kembali soal hukuman mati, apa yang dilakukan?" tanya Refly Harun saat tahap wawancara.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Imam menuturkan, dirinya menolak hukuman mati. Menurutnya, hukuman mati tak berkorelasi dengan basis agama. Dia mencontohkan dirinya yang seorang muslim. Sebagai seorang muslim, dia mengaku ingin mengakomodir nilai kemanusiaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Walaupun agama membenarkan, agama dinamis tidak statis sesuai dengan perkembangan. Nyawa yang dihilangkan saya kira penghilangan hak asasi yang fundamental," ujarnya di Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (30/12).

Sementara itu, Wakil Ketua Komnas HAM, Siane Indriani, mengajukan pertanyaan terkait upaya perlindungan konstitusional soal peniadaan hukuman mati. Pertanyaan tersebut dilontarkan menanggapi sikap pribadi Imam soal hukuman mati. "Bagaimana upaya lebih lanjut terkait hukuman mati secara eksplisit dalam konstitusi?" ujarnya di Sekretariat Negara, Jakarta.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Imam menyarankan untuk adanya revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait ancaman hukuman mati. "DPR bisa merevisi KUHP dengan menghapuskan hukuman mati. Kalau pengujian di MK agak sulit, karena sudah pernah diuji," katanya. Dalam Pasal 55 KUHP, ancaman hukuman mati diakui secara legal.

Sebelumnya, MK telah mengeluarkan putusan soal uji materi hukuman mati dalam Undang-Undang. Dalam putusannya, majelis berpendapat menjatuhkan hukuman mati dilindungi oleh konstitusi.

Merujuk Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, hukuman mati dijatuhkan kepada produsen dan pengedar narkoba yang termaktub dalam pasal 113, 114. 116, 118, 119, dan 121. Selain itu, hukuman dijatuhkan juga untuk tindak pidana korupsi.

Contoh peraturan lain yang masih menerapkan sistem hukuman mati adalah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi. Dalam peraturan tersebut, koruptor dapat dihukum mati sepanjang mengambil dana korupsi di antaranya dari penanganan benacana alam, konflik sosial dan apabila melakukan pengulangan tindak pidana korupsi.

Kendati demikian, beragam kontroversi mencuat. Kelompok anti hukuman mati menganggap penerapan vonis tersebut bertentangan dengan Konvensi HAM. Selain itu, vonis tersebut bertentangan dengan sejumlah peraturan yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) seperti jaminan perlindungan hak atas hidup yang terdapat pada artikel 6 Konvensi Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER