Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Yudisial akan mengirim surat dalam waktu dekat kepada Mahkamah Agung soal pembatasan pengajuan Peninjauan Kembali (PK). Dalam surat tersebut, Ketua KY Suparman Marzuki akan meminta MA untuk menghormati putusan Mahkamah Konstitusi yang mengizinkan pengajuan PK lebih dari satu kali.
"Kami wajib mengirimkan surat, menyampaikan pada MA bahwa seburuk apapun putusan MK, itu berlaku sebagai undang-undang karena MK adalah penafsir tunggal UUD 1945 dan sederajat dengan konsitusi," ujar Suparman kepada CNN Indonesia di Jakarta, Senin (5/1).
Menurut Suparman, tidak ada alasan MA untuk tidak tunduk pada putusan MK. "MA tidak boleh mengabaikan berbagai macam pertimbangan,” kata dia. KY juga meminta MA menghormati lembaga kekuasaan kehakiman lain yang diberi wewenang untuk menafsirkan undang-undang atas dasar konstitusi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam putusan Nomor 34/PUU-XI/2013, MK membatalkan Pasal 268 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang membatasi pengajuan PK sebanyak satu kali. Dengan tidak berlakunya pasal tersebut, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan PK atas PK.
Kendati demikian, MA menafsirkan UU tersebut dan dua pasal lainnya, yakni Pasal 24 ayat 2 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 ayat 1 UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang MA, membatasi pengajuan PK hanya boleh satu kali.
"Derajat Surat Edaran MA jauh lebih rendah dari peraturan perundang-undangan," kata lulusan hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta tersebut.
Perbedaan pandangan oleh dua lembaga negara tersebut lantas menuai kontroversi dan memunculkan kebingungan publik. “Surat KY tersebut untuk menjaga jangan sampai pengadilan simpang siur karena akan merepotkan dan menyusahkan hakim yang di (pengadilan tingkat) bawah. Tiap kali orang mengajukan PK, hakim harus tunduk pada putusan MK, tapi di sisi lain patuh pada Surat Edaran MA," ujar Suparman.
Padahal hakim tidak boleh diliputi keraguan atas hukum positif atau hukum yang berlaku di Indonesia. "Kami ingin menjaga agar jangan sampai hakim dilema. Kalau hakim dilema, akan menyebabkan masalah hukum," katanya.
Suparman berharap MA dapat menindaklanjuti surat yang akan dikirim KY. Ia juga berharap MA konsisten dan menghormati konstitusi. Menurutnya apabila ingin mengubah peraturan soal PK, maka harus mengubah UUD yang berlaku.
Surat Edaran MA tertanggal 31 Desember 2014 sebelumnya diterbitkan dengan pertimbangan untuk memberi kepastian hukum. Ketua MA Hatta Ali juga mneginstruksikan Ketua Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia untuk tidak mengirimkan berkas pengajuan PK ke MA.
Namun MA masih membolehkan pengajuan PK oleh pelaku tindak pidana maupun perdata jika putusan PK pertama yang telah diajukan bertentangan dengan putusan pengadilan sebelumnya. Peraturan tersebut termaktub dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2009.
(agk)