Jakarta, CNN Indonesia -- Salah satu kendala yang menyebabkan kesulitan dalam pencarian pesawat AirAsia QZ 8501 adalah tidak berfungsinya
Emergency Locator Transmitter (ELT). Hal ini kemungkinan terjadi karena ELT tidak dapat memancarkan sinyal dari dalam air.
"ELT ini kalau tenggelam di air tidak bisa didengar, karena dia bekerja di frekuensi radio. Kalau tidak salah (di frekuensi) 406 Mhz," kata pengamat penerbangan Indonesia, Gerry Soejatman, kepada CNN Indonesia, Senin (5/1).
Menurutnya, sinyal radio di frekuensi tersebut tidak bisa menembus air sehingga tidak dapat tertangkap oleh tim pencari. "ELT itu didesain untuk kalau pesawat jatuh di darat," kata Gerry.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan tidak berfungsinya ELT, kini tim pencari bergantung pada
Underwater Locator Beacon (ULB) yang terdapat pada kotak hitam pesawat. Menurut Gerry, alat ini bekerja menggunakan gelombang sonar sehingga dapat dideteksi walaupun berada di bawah air.
Namun, alat itu pun memerlukan alat khusus untuk dapat dideteksi. "Untuk di daerah yang terlalu banyak suara, gelombang sonar akan sulit dideteksi sehingga dibutuhkan alat khusus yang namanya Ping Locator. Alat ini biasanya ditarik di belakang kapal pencari."
Saat ini, tim penyidik multinasional yang dilengkapi dengan perangkat deteksi akustik bawah air sudah berada di Pangkalan Bun untuk membantu mencari kotak hitam pesawat AirAsia QZ8501. Tim tersebut terdiri dari penyidik asal Perancis, Singapura dan Indonesia.
Badan investigasi kecelakaan Perancis, atau BEA mengatakan kapal tim penyidik dilengkapi dengan perangkat deteksi akustik bawah air, berupa dua
hydrophone.
Proses pencarian
black box diperkirakan akan memakan waktu hingga satu minggu sejak tim tersebut tiba, sejak Kamis lalu (2/1).
(meg/obs)