Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Agung (Hatta Ali) mengusulkan, pembatasan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) dicantumkan dalam revisi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Pencantuman dianggap dapat memberikan kepastian hukum.
"Untuk pembentuk UU, karena sedang membahas rancangan KUHP maupun KUHAP supaya (pembatasan pengajuan PK) bisa dimasukan sebagai solusi yang terbaik. Apakah dimasukan pembatasan (jumlah) PK atau pembatasan waktu untuk mengajukan PK," kata Hatta Ali di Gedung MA, Jakarta, Rabu (7/1).
Senada dengan Hatta, Juru Bicara MA Suhadi menuturkan MA sepakat jika pembatasan PK dimasukkan dalam revisi KUHAP. "Sekarang revisi KUHAP sedang dibicarakan rancangannya, kalau ada regulasi tentang itu (pembatasan PK), ya silakan saja," ujar Suhadi.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dalam paparan rencana kerja tahun 2015 di kantornya, Senin (5/1), menuturkan Rancangan Undang-Undang KUHP dan KUHAP masuk dalam Program Legislasi Nasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akhir tahun lalu, MA mengeluarkan Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2014 yang membatasi pengajuan PK hanya satu kali. Dalam surat edaran tersebut, Ketua MA Hatta Ali meminta Ketua Pengadilan Tinggi dan Pengadilan di seluruh Indonesia untuk tidak mengirimkan berkas pengajuan PK kedua kalinya ke MA.
Namun MA masih membolehkan pengajuan PK kepada pelaku tindak pidana maupun perdata jika putusan PK pertama yang telah diajukan bertentangan dengan putusan pengadilan sebelumnya. Peraturan tersebut termaktub dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2009.
Polemik PK bermula ketika bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar menggugat Pasal 268 ayat 3 KUHAP. Mahakmah Konstitusi dalam putusan Nomor 34/PUU-XI/2013, membatalkan pasal 268 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam putusan tersebut, MK mengizinkan PK lebih dari satu kali. Lantas, baik terpidana maupun ahli warisnya dapat mengajukan PK atas PK.
(rdk/sip)