PENINJAUAN KEMBALI

Pembatasan PK Dinilai Tak Miliki Semangat Keadilan

Utami Diah | CNN Indonesia
Rabu, 07 Jan 2015 16:26 WIB
Pegiat Hak Asasi Manusia meminta agar dalam asas hukum pidana, letak keadilan semestinya lebih tinggi dari kepastian hukum.
Gedung Mahkamah Agung, Jakarta. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pembatasan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) oleh Mahkamah Agung (MA) dinilai koalisi organisasi pegiat Hak Asasi Manusia tidak memiliki semangat keadilan. Dalam asas hukum pidana, letak keadilan semestinya lebih tinggi dari kepastian hukum.

Ketua Human Rights Working Group (HRWG) Rafendi Djamin mengatakan, alasan pemerintah membuat Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 untuk mengisi kekosongan hukum adalah salah kaprah.

"Sudah ada putusan MK (Mahkamah Konstitusi) tentang ketentuan pengajuan PK lebih dari satu kali. Ini pembangkangan atas konstitusi dan salah kaprah," kata Rafendi kepada CNN Indonesia, Rabu (7/1).

Surat Edaran diterbitkan MA pada 31 Desember 2014, berisi pembatasan PK hanya satu kali bagi terpidana. MA menerbitkan surat tersebut dengan pertimbangan untuk memberikan kepastian hukum.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam SEMA juga dinyatakan melalui penetapan Ketua Pengadilan tingkat pertama agar tidak menerima permohonan PK yang tidak sesuai dengan ketentuan SEMA.

Koalisi organisasi kemasyarakatan HAM yang terdiri atas HRWG, Imparsial, dan Setara Institute mengaku kecewa atas penerbitan Surat Edaran tersebut. Rafendi menilai penerbitan surat edaran bisa memuluskan jalan menuju eksekusi mati yang diinginkan Presiden Joko Widodo bagi terpidana kasus narkotik dan pembunuhan berencana.

Persoalan hukuman mati ini menghangat saat Jokowi mengungkapkan pemerintahannya akan menolak grasi serta mengeksekusi mati bandar narkoba. "Dengan adanya surat edaran ke jaksa agung tersebut, eksekusi (mati) bisa lebih cepat dilaksanakan," katanya.

Menurut Rafendi, semestinya MA sebagai lembaga peradilan tertinggi tidak terjebak dalam pencitraan pemerintahan Jokowi. MA harus mampu menempatkan keadilan di atas kepastian hukum.

"Apabila harus memilih maka keadilanlah yang lebih diutamakan dan mengesampingkan kepastian hukum," ujarnya.

Keadilan hukum tersebut, katanya, berkaitan dengan hak asasi terpidana. Untuk itu, koalisi organisasi mendesak MA untuk segera mencabut surat edaran itu dan membuat yang baru berisi permintaan kepada Ketua PN untuk menerima permohonan PK terpidana lebih dari sekali.

"Kami akan melakukan upaya hukum terhadap Ketua MA apabila tidak mencabut SEMA tersebut dan juga kepada ketua PN yang menolak permohonan PK ke dua diajukan terpidana," katanya.

Senada Rafendi, Komisi Yudisial berencana mengirimkan surat dalam waktu dekat kepada MA perihal pembatalan PK. Dalam surat tersebut, Ketua KY Suparman Marzuki akan meminta MA untuk menghormati putusan MK mengenai PK. (rdk/sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER