Jakarta, CNN Indonesia -- Polemik pengajuan Peninjauan Kembali (PK) terus bergulir. Kementerian Hukum dan HAM merasa perlu mengambil inisiatif untuk meluruskan simpang siur informasi terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Surat Edaran Mahkamah Agung (MA) terkait pengajuan PK tersebut.
Hari ini, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengagendakan pertemuan dengan MA, MK, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membahas PK.
"Hari Jumat di kantor saya akan kami bahas itu. Para ahli kami undang di Kantor Kemenkumham soal perdebatan PK soal Surat Edaran MA Nomor 7 Tahun 2014 itu," ujar Yasonna Laoly di Istana Negara, Jakarta, Rabu (7/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Yasonna, pertemuan akan mendengarkan persepsi dari tiap lembaga negara dan mencari pemahaman yang sama soal masalah tersebut.
Yasonna menjelaskan, langkah MA menerbitkan surat edaran yang membatasi pengajuan PK hanya satu kali juga telah berlandaskan undang-undang. Yaitu Pasal 24 ayat 2 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 ayat 1 UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang MA.
Ketua MA Hatta Ali dalam jumpa pers Rabu siang (7/1) menegaskan, lembaganya tak bakal menarik kembali Surat Edaran yang terbit 31 Desember 2014. Surat tersebut menginstruksikan seluruh Pengadilan Tinggi untuk tak mengirimkan berkas PK kedua.
Sementara Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan Nomor 34/PUU-XI/2013 membatalkan pasal 268 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam putusan tersebut, MK mengizinkan PK lebih dari satu kali.
"Ini harus diselesaikan," ujar Yasonna.
Bagi Yasonna, polemik PK akan berdampak pada eksekusi bagi terpidana mati. Kejaksaan Agung sebelumnya bahkan telah menunda eksekusi enam terpidana mati lantaran terganjal hak mengajukan PK berulang kali.
Padahal beberapa terpidana telah mengajukan grasi kepada Presiden dan ditolak.
Sependapat dengan Yasonna, Hatta menyebutkan apabila grasi telah diajukan maka terpidana tersebut mengakui kesalahan dan memohon ampun kepada presiden. Sementara latar belakang pengajuan PK bertolak belakang dengan permohonan grasi. Terpidana yang mengajukan PK berarti masih mencari keadilan dengan mengajukan bukti baru atau novum atau dengan kata lain, menolak divonis bersalah.
(rdk/sip)