EKSEKUSI MATI

Terpidana Mati yang Grasinya Ditolak Segera Dieksekusi

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Jumat, 09 Jan 2015 20:00 WIB
PK yang diajukan setelah grasi ditolak dinilai bertentangan dengan logika hukum. Pengajuan PK berarti terpidana masih merasa tak bersalah.
Yasonna Hamonangan Laoly (tengah) didampingi Kepala Lapas Abepura Bagus Kurniawan (kiri) dan Kakanwil Hukum dan Ham Papua Demianus Rumbiak (kanan) memberikan keterangan pers usai mengunjungi Lembaga Permasyarakatan Abepura, Jayapura, Sabtu (27/12). (Antara/Evarukdijati)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly memastikan terpidana mati yang grasinya ditolak presiden akan dieksekusi.

Hal ini disampaikan Yasonna usai bertemu dengan sejumlah perwakilan lembaga penegak hukum di Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Jumat (9/1). Rapat yang membahas polemik PK itu memutuskan bahwa eksekusi terpidana mati yang ditolak grasinya akan tetap dilaksanakan.

"Eksekusi tetap dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Yasonna.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Grasi menurutnya adalah permohonan pengampuan atas tindak pidana yang dilakukan. Ketika terpidana mengajukan grasi itu berarti ia mengakui kesalahan ia yang dibuat.

Karena itu setelah grasi ditolak oleh presiden lalu terpidana mengajukan PK, maka bertentangan dengan logika hukum. PK diajukan karena terpidana masih mencari keadilan dan belum mengaku bersalah.

Ada enam terpidana mati yang dijadwalkan dieksekusi sejak Desember lalu. Dua terpidana ND asal Malawi dan MACM asal Brazil yang terjerat kasus narkoba belum bisa dieksekusi dalam waktu dekat karena terkendala aspek yuridis. Pihak kejaksaan masih berkoordinasi dengan negara asal mereka.

Sedangkan dua terpidana mati lainnya GS dan TJ masih punya kesempatan untuk mengajukan PK atau grasi ke presiden. Jika keduanya mengajukan grasi dan ditolak oleh presiden, maka eksekusi bisa segera dilakukan. Keduanya terjerat kasus pembunuhan berencana.

Selain empat terpidana itu, masih ada dua terpidana mati lain yakni Agus Hadi dan Pujo Lestari. Keduanya saat ini tengah menghadapi sidang PK di Pengadilan Negeri Batam, Kepulauan Riau.

Meski sudah ada kesepakatan PK tak bisa dilakukan lebih dari satu kali, Jaksa Agung M Presetyo mengaku akan menghormati proses sidang PK keduanya. Prasetyo juga menyerahkan putusan PK kepada Mahkamah Agung (MA).

Sebelumnya, polemik tersebut mencuat saat MA melalui surat edarannya membatasi pengajuan PK hanya sebatas satu kali. MA melandaskan pada dua pasal yakni Pasal 24 ayat 2 Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 ayat 1 Undang-undang Nomor 3 tahun 2009 tentang MA. Keduanya mengatur pembatasan PK hanya satu kali.

Ketua MA Hatta Ali menginstruksikan kepada Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia untuk tidak mengirimkan berkas pengajuan PK ke MA. Hatta Ali dalam jumpa pers Rabu siang (6/1) juga menegaskan lembaganya tak akan menarik Surat Edaran tersebut.

Namun MA masih membolehkan pengajuan PK kepada pelaku tindak pidana maupun perdata jika putusan PK pertama yang telah diajukan bertentangan dengan putusan pengadilan sebelumnya. Peraturan tersebut termaktub dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2009.

Surat Edaran MA itu sedikit berbeda dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam putusan Nomor 34/PUU-XI/2013, MK membatalkan pasal 268 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam putusan tersebut, MK mengizinkan PK lebih dari satu kali. (sur/sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER