Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Fraksi Partai NasDem Viktor Laiskodat menilai pelibatan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam memilih penyelenggara negara adalah sebuah kesalahan. Menurutnya, jika memang KPK mau dilibatkan harus diatur dalam sistem ketatanegaraan.
Hal ini disampaikan Viktor terkait tak dilibatkannya KPK dalam penunjukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kapolri oleh Presiden Jokowi. Menurutnya, Presiden tak perlu sama sekali melibatkan KPK dalam menunjuk calon Kapolri. Memilih calon Kapolri adalah hak prerogatif Presiden.
Viktor mengatakan KPK bukanlah bagian dari sistem penunjukan calon Kapolri oleh Presiden. "Itu (pelibatan KPK) sebuah kesalahan, kenapa harus lewat KPK?" kata Viktor di Gedung DPR, Jakarta, Senin (12/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi Viktor bila KPK atau Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) harus dilibatkan sebagai pusat untuk mengetahui rekam jejak seseorang maka harus ada aturan yang jelas mengaturnya.
Seperti diketahui, Jokowi telah menunjuk Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Penunjukan ini dilakukan tanpa berkonsultasi dengan KPK dan PPATK. Padahal sebelumnya, Presiden melibatkan KPK dan PPATK dalam pemilihan para menteri dalam kabinetnya.
Menurut Viktor, sistem yang ada harus dipercaya. Jika memang ada yang tidak pas, sistem akan terkoreksi dengan sendirinya.
"Kita percaya saja pada sistem yang kita bangun. Kalau tidak bagus nanti terkoreksi sendiri baik pada alam ataupun pada sistem," kata anggota Komisi I tersebut.
Sebelumnya Ketua KPK Abraham Samad mengatakan bahwa KPK sama sekali tak dilibatkan dalam pencalonan Budi Gunawan. KPK tak diminta untuk menelusuri rekam jejak Kepala Lembaga Pendidikan Polri itu.
Adapun PPATK bahkan mengakui rekening Budi Gunawan tak wajar. Indikasi ini didapatkan dari penelusuran PPATK pada 2010 terhadap sejumlah pejabat kepolisian. Mantan ajudan Megawati Soekarnoputri tersebut merupakan salah satu pejabat Polri yang disebut-sebut memiliki rekening gendut.
Berdasarkan LHKPN KPK, Budi tercatat memiliki harta Rp 22,65 miliar. Jumlah tersebut naik lima kali lipat dari lima tahun yang lalu.
(sur/obs)