Jakarta, CNN Indonesia -- Penunjukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri oleh Presiden Joko Widodo menuai kontroversi. Dianggap sebagai orang dekat dari Ketua Umum Partai Demokrasi Megawati Soekarnoputri, tudingan rekening gendut pun sempat menghapiri Budi.
"Seperti yang dikatakan Pak JK (Jusuf Kalla), pemerintah menggunakan asas praduga tak bersalah. Isu itu (rekening gendut) sudah muncul 2008, 2010 dan saat seleksi kabinet Jokowi," kata Sekretaris Kabinet Andi Widjojanto, Senin (12/1) malam dalam rombongan kunjungan Presiden Jokowi di PT Dirgantara Indonesia, Bandung.
Andi mengungkapkan, pembuktikan Budi masuk dalam dugaan pemilik rekening gendut sulit dan dianggap tidak bisa menjadi dasar presiden menangguhkan penunjukannya. Namun, bukan tanpa masukan, dalam pemilihan Kapolri, Jokowi telah meminta rekomendasi Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kompolnas ajukan sembilan nama, salah satunya ada Budi. Dengan mempertimbangkan itu Jumat kemarin Presiden mengajukan nama Budi ke DPR," jelasnya.
Persoalan isu rapot merah yang diterima Budi dari PPATK, Andi enggan menanggapinya karena sifat data yang diberikan PPATK langsung kepada presiden. Bahkan untuk masalah cepatnya proses penunjukan, dianggap sebagai hak prerogatif Jokowi sebagai presiden.
Dugaan Budi menjadi Kapolri sebagai titipan Megawati yang sempat menjadi ajudannya, enggan dikomentari Andi. "Kami hanya mengawal fase proses sesuai regulasi yang ada. Tanya ke partai mereka bisikan apa? Saya enggak dengar bisikannya."
Sekretaris Kabinet dan jajarannya, dijelaskan Andi hanya akan memberikan pertimbangannya jika diminta oleh presiden. Bahkan menurutnya, tidak ada keharusan bagi presiden untuk meminta persetujuan KPK atau PPATK.
"Tidak ada keharusan untuk melibatkan KPK dan PPATK," tegasnya.
PPATK sebelumnya telah menyoroti adanya indikasi tak wajar dalam rekening Budi. Indikasi tersebut kembali ditegaskan dalam pertemuan PPATK dengan para aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Senin siang lalu. "Pak Yusuf (Ketua PPATK Muhammad Yusuf) mengakui adanya indikasi tak wajar dalam rekening Budi Gunawan," kata peneliti hukum ICW Aradila Caesar kepada CNN Indonesia seusai pertemuan tersebut.
Mantan Ketua PPATK Yunus Husein ikut berkomentar mengenai sosok Budi, terutama mengenai isu miring yang menerpa sang jenderal bintang tiga itu. Dalam twitternya Yunus berkicau, jika presiden berjanji mengangkat pejabat yang berintegritas.
"Hak prerogatif Presiden untuk mengangkat Jaksa Agung dan Kapolri, tetapi dalam Nawa Cita presiden berjanji mengangkat pejabat yang berintegritas baik," ujar Yunus dalam akun Twitter-nya, yang dikutip, Senin (12/1) kemarin.
Khusus untuk Budi, nama tersebut masuk dalam list kandidat menteri yang dibawa ke KPK dan PPATK untuk dilacak rekam jejaknya. Saat itu KPK dan PPATK memberikan tanda merah dan kuning untuk kandidat yang bermasalah, meski tidak menyebutkan siapa calon yang diberi tanda itu.
Nama Budi memang akhirnya tidak muncul sebagai anggota kabinet. Yunus mengungkap informasi yang didapatnya mengenai hal tersebut.
"Calon Kapolri sekarang pernah diusulkan menjadi menteri, tetapi pada waktu pengecekan informasi di PPATK dan KPK, yang bersangkutan mendapat merah. Tak lulus," ujar Yunus.
(pit/sip)