Jakarta, CNN Indonesia -- Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar menyebut dirinya merasa ditipu oleh Muchtar Ependy, pengusaha atribut kampanye yang diduga sebagai perantara suap sengketa Pilkada. Akil mengaku namanya dicatut untuk memeras orang yang tengah berperkara di MK.
"Saya ditipu sama dia (Muhtar). Pemerasan ke mana-mana menjual nama saya tapi tidak bisa dibuktikan hubungannya dengan saya," ujar Akil saat bersaksi untuk terdakwa bekas Wali Kota Palembang, Romi Herton, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (15/1).
Menurut Akil, Muchtar sempat meminta foto dengan dirinya saat berkunjung ke ruang kerja di Lantai 15 Gedung MK, Jakarta, pada 8 Mei 2013 silam. Foto tersebut yang kemudian digunakan Muhtar untuk menjual Akil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kok tiba-tiba ada orang menjual nama saya minta duit. Saya tidak kenal (Muchtar). Tidak masuk akal saya minta uang, katanya ratusan miliar padahal yang terbukti di sidang saya, cuma ke CV Ratu Samagat (perusahaan istri Akil)," ujarnya berkilah.
Akil juga mengklaim tak pernah menyuruh Muchtar untuk meminta duit suap kepada Romi Herton dan istrinya, Masyitoh.
"Lalu katanya uang bermiliar-miliar dibawa pakai kardus ke rumah saya. Saya merasa dimanfaatkan," kata Akil.
Berdasar berkas dakwaan Romi, Muchtar disebut sebagai orang dekat Akil. Dia lah yang menjadi perantara suap sengketa Pilkada antara Akil dengan Romi Herton. Muchtar diminta oleh istri Masyitoh untuk membantu suaminya yang tengah mengajukan gugatan sengketa Pilkada Palembang.
Romi dan pasangannya, Harno Joyo kalah dalam Pilkada Palembang yang digelar tahun 2013 lalu. Kemudian Romi mengajukan gugatan ke MK yang ditangani oleh Hakim Ketua Akil.
Pada tanggal 20 Mei 2013, ada pengiriman uang suap sebanyak Rp 3,8 miliar ke rekening giro atas nama CV Ratu Samagat di BNI Cabang Pontianak. Uang tersebut diduga berasal dari kantung Romi.
Pada hari yang sama, majelis hakim memenangkan gugatan Romi dan menetapkan Romi memenangkan pemilu dengan perolehan suara sebanyak 316.919 suara.
Atas tindak pidana tersebut, Romy dan Masyitoh, didakwa melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 KUHP. Keduanya diancam penjara 15 tahun.
(meg/obs)