KASUS SUAP AKIL

Perantara Akil Sangkal Serahkan Uang Suap

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Kamis, 08 Jan 2015 21:34 WIB
Muhtar Efendy mengatakan uang yang diterimanya untuk pembayaran atribut kampanye Pilkada Kota Palembang.
Muhtar Ependy, orang dekat bekas Ketua MK Akil Mochtar, di Kantor KPK, Jakarta, Senin (10/11). (CNN Indonesia/Gilang Fauzi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Perantara suap Akil Mochtar Muhtar Efendy menyangkal bahwa ia dititipi uang suap. Pengusaha atribut kampanye ini mengatakan, uang yang ada padanya untuk pembayaran atribut kampanye dari mantan Wali Kota Palembang Romi Herton.

Padahal dalam berkas dakwaan dan kesaksian terdakwa terdakawa Masyitoh, uang sebesar Rp 7,5 miliar di Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Barat (BPD Kalbar) digunakan untuk menyuap Akil.

"Kalau sengketa pilkada itu urusan beliau (Masyitoh). Kalau saya mengatakan itu untuk pembayaran atribut kampanye," kata Muhtar saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (8/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada tanggal 18 Mei 2013 silam, Muhtar mengambil uang tersebut di BPD Kalbar. Namun, Muhtar mengklaim uang tersebut merupakan duit pelunasan hutang Romi pada dirinya terkait atribut kampanye.

Masyitoh tak lain adalah isteri Romi Herton. Keduanya didakwa menyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar sebesar Rp 14 miliar dan US$ 316 ribu.

Suap digunakan untuk memuluskan sengketa Pemilihan Kepala Daerah Kota Palembang yang sedang ditangani Akil di Mahkamah Konstitusi. Saat itu, Akil menjabat sebagai hakim ketua sidang.  
Romi mengajukan gugatan ke MK lantaran dalam Pilkada yang digelar tahun 2013 lalu ia kalah. Namun ia dimenangkan oleh Akil dalam sidang gugatan di MK. Akil menetapkan Romi memenangkan pemilu dengan perolehan suara sebanyak 316.919 suara. Jumlah tersebut mengalahkan rivalnya Sarimuda dan Nelly dengan selisih suara sebanyak 23 suara.

Setelah pemutusan perkara, Masyito kembali menyerahkan uang kepada Akil melalui Muchtar Effendy sebanyak Rp 2,75 miliar.

Atas tindakan tersebut, Romi dan istrinya, diancam pidana Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 KUHP. Ancaman untuk keduanya yakni penjara 15 tahun. Keduanya didakwa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan tentang perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili. (sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER