Jakarta, CNN Indonesia -- Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar mengaku pernah bertemu Muhtar Ependy, pengusaha yang diduga sebagai perantara suap sengketa Pilkada. Pertemuan terjadi selama 15-20 menit di ruang kerja Akil, Lantai 15, Gedung MK, Jakarta.
"Pernah ke ruangan kerja, berdasar dokumen tanggal 8 Mei 2013," ujar Akil saat bersaksi untuk terdakwa kasus suap sengketa Pilkada sekaligus bekas Wali Kota Palembang, Romi Herton, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (15/1).
Dalam pertemuan tersebut, Akil menyanggah ada pembicaraan terkait sengketa Pilkada Palembang yang tengah dia tangani saat itu. Muchtar menyambangi dirinya untuk menagih utang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Muchtar memberi ucapan selamat terpilih jadi ketua MK dan minta utang yang belum terbayar. Dia bilang, kalau sudah ada uang ya dibayar, kalau belum tidak masalah," ujar Akil.
Utang tersebut yakni terkait pembayaran atribut kampanye saat Akil mencalonkan diri sebagai Gubernur Kalimantan Barat. Akil menjelaskan, dirinya belum pernah bertemu dengan Muchtar sebelumnya.
Komunikasi pun tak pernah dijalin, baik melalui telepon atau pesan singkat. Saat maju sebagai calon Gubernur Kalbar pada tahun 2010, atribut kampanye ditangani oleh tim suksesnya.
Untuk menelisik kesaksian Akil, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pulung Rinandoro mencecar Akil ihwal pertemuan terasebut. "Belum pernah ketemu, kok tahu-tahu bertemu? Siapa yang menghubungkan?" tanya Jaksa Pulung di persidangan.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Akil tetap pada pendiriannya. "Tidak ada (yang menghubungkan). Saya menerangkan fakta, dia datang ke kantor menagih utang. Dia menunjukkan foto barang-barang (kampanye)," ujar Akil.
Akil mengatakan, sebagai calon, dia yang bertanggung jawab melunasi utang alih-alih tim suskesnya.
Merujuk berkas dakwaan, Muchtar disebut sebagai orang dekat Akil. Dia yang menjadi perantara suap sengketa pilkada antara Akil dengan Romi Herton.
Romi dan Harno Joyo kalah dalam Pilkada Palembang yang digelar tahun 2013. Rivalnya, Sarimuda dan Nelly memenangkan Pilkada dengan selisih suara sebanyak delapan suara.
Romi dan Harno lantas mengajukan gugatan ke MK yang ditangani Hakim Ketua Akil Mochtar bersama dengan Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dan Hakim Anggota Anwar Usman.
Melalui istrinya, Masyitoh, Romi meminta tolong Muchtar untuk memuluskan pemenangan perkara di MK. Pada 13 Mei 2013, Masyitoh menyerahkan uang senilai Rp 11,3 miliar dan US$ 316 ribu melalui Muchtar di Bank Pembangunan Daerah Kalbar Cabang Jakarta.
Pada 18 Mei 2013, Muchtar menyerahkan US$ 316 ribu dan Rp 3,8 miliar ke Akil Mochtar. Pada 20 Mei 2013, Akil meminta Wakil Kepala BPD Kalbar Cabang Jakarta Iwan Sutaryadi untuk mentransfer uang suap tersebut sebanyak Rp 3,8 miliar ke rekening giro atas nama CV Ratu Smagat di BNI Cabang Pontianak. Sementara sisanya senilai Rp 7,5 miliar disetorkan ke rekening atas nama Muhtar Efendy.
Pada hari yang sama, majelis hakim MK memenangkan gugatan Romi dan Harno. Alhasil, Akil dan hakim lainnya memutuskan Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Palembang pada April 2013, tidak berlaku. Akil juga mentapkan Romi memenangkan pemilu dengan perolehan suara sebanyak 316.919 suara.
Atas tindak pidana tersebut, Romi dan Masyitoh, didakwa melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 KUHP. Keduanya diancam penjara 15 tahun.
(rdk/obs)