Jakarta, CNN Indonesia -- Kepastian tanggal eksekusi mati enam terpidana narkoba telah ditetapkan Kejaksaan Agung. Pelaksanaan eksekusi gelombang pertama akan dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan dan Kabupaten Boyolali di Jawa Tengah.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan pelaksanaan eksekusi mati tak perlu mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi. Yasonna menegaskan eksekusi mati akan segera diatur dalam Peraturan Presiden.
"Kami sudah sepakat dan nanti akan diatur lagi dalam Perpres, termasuk soal Peninjauan Kembali (PK)," ujar Yasonna di Kompleks DPR, Kamis malam (15/1). Namun eksekusi belum bisa dilaksanakan jika Perpres yang mengatur belum ada.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menteri asal PDIP itu juga berkata bahwa pembahasan Perpres eksekusi mati dan Peninjauan Kembali sedang dilakukan secara internal.
Selain pembahasan Perpres, Kemenkumham juga sedang mendiskusikan persoalan grasi yang sedang diajukan oleh dua terpidana mati, Myuran Sukumaran (Australia) dan Andrew Chan (Australia) alias Godfather.
Pada 2006, Pengadilan Negeri Denpasar memvonis keduanya dengan tembak mati karena dianggap paling berperan dalam kasus penyelundupan heroin seberat 8,2 kg.
Jika grasi yang diajukan ditolak Presiden Joko Widodo maka tidak ada pengampunan bagi keduanya. "Jika grasi atau pengampunan sudah ditolak, maka tinggal dieksekusi," ujarnya.
Keduanya belum akan dieksekusi mati bersama enam terpidana mati lainnya yang sudah ditetapkan pelaksanaannya oleh Kejaksaan Agung. Keenam terpidana mati tersebut akan dieksekusi pada 18 Januari 2015.
Mereka adalah Ang Kim Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommy Wijaya (warga negara Belanda), Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou (warga negara Nigeria), Marco Archer Cardoso Moreira (warga negara Brazil), Namaona Denis alias Solomon Chibuike Okafer (warga negara Malawi), Rani Andriani alias Melisa Aprilia (warga negara Indonesia), dan Tran Thi Bich Hahn (warga negara Vietnam).
(utd/agk)