EKSEKUSI TERPIDANA MATI

Amnesty International Minta RI Hentikan Eksekusi Mati

Utami Diah Kusumawati | CNN Indonesia
Jumat, 16 Jan 2015 09:06 WIB
Pemerintah RI didesak untuk membatalkan eksekusi mati enam terpidana narkoba, menyusul telah ditetapkannya tanggal eksekusi oleh Kejaksaan Agung RI.
Ilustrasi hukuman mati tembak. (CNN Indonesia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga non pemerintah penggiat Hak Asasi Manusia (HAM) Amnesty International (AI) mendesak pemerintah Indonesia untuk menghentikan eksekusi mati enam terpidana kejahatan narkoba. (Baca: Eksekusi Mati akan Diatur dalam Peraturan Presiden)

Keenam terpidana tersebut --satu diantaranya dari Indonesia-- akan dieksekusi mati di Lembaga Pemasyarakatan Nusa Kambangan dan Boyolali di Jawa Tengah pada Minggu, 18 Januari, ini.

"Eksekusi ini mesti dihentikan secepatnya. Hukuman mati merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan sangat mengejutkan mendengar pemerintah Indonesia akan mengeksekusi mati enam orang Minggu ini," kata Direktur Penelitian untuk Asia Tenggara dan Asia Pasifik Amnesty International, Rupert Abott, melalui pernyataan ke CNN Indonesia, Jumat (16/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penetapan tanggal tersebut telah diumumkan oleh Jaksa Agung HM Prasetyo pada Kamis (15/1).
Prasetyo mengatakan saat jumpa pers bahwa pemerintah Indonesia telah mempersiapkan regu tembak, rohaniawan dan dokter untuk eksekusi yang dilakukan secara serempak oleh regu penembak.

Enam terpidana mati tersebut antara lain Rani Andriani (Indonesia), Daniel Enemuo dari Nigeria, Ang Kim Soei dari Belanda, Tran Thi Bich Hanh dari Vietnam, Namona Denis dari Nigeria dan Marco Archer Cardoso Moreira dari Brazil.

Rupert mengatakan pemerintah Indonesia yang baru melanggar janji mereka untuk meningkatkan penghargaan atas hak asasi manusia. Menurutnya, pelaksanaan eksekusi mati tersebut merupakan sebuah langkah kemunduran pemerintah Indonesia.

"Alih-alih menghukum mati lebih banyak orang, pemerintah Indonesia semestinya melakukan moratorium atas penggunaan hukuman mati dengan pandangan penghapusan," ujar Rupert.

Berdasarkan laporan Amnesty International, pemerintah Indonesia tidak melakukan eksekusi mati pada 2014. Meski demikian, Indonesia telah mengumumkan rencana 20 eksekusi mati pada tahun ini.

Sementara itu, pada Desember 2014, Presiden Joko Widodo mengatakan akan menolak grasi dari 64 terpidana mati untuk kejahatan narkoba dan berencana mengeksekusi mati bagi bandar narkoba.
Rupert mengatakan kejahatan terkait narkoba tidak termasuk dalam kejahatan paling serius yang mana hukuman mati bisa diberlakukan sesuai dengan hukum internasional.

"Sebuah kemunduran besar jika pemerintah Indonesia meneruskan rencana eksekusi sebanyak 20 orang tahun ini. Mengatasi peningkatan jumlah kejahatan merupakan hal yang bagus dari pemerintahan Presiden Jokowi tapi hukuman mati bukan jawaban dan tidak bekerja sebagai solusi kejahatan," kata dia menegaskan.

Rupert juga mengatakan keputusan eksekusi mati tersebut diambil Presiden Jokowi saat pemerintah Indonesia berupaya aktif mencari perlindungan Warga Negara Indonesia yang menghadapi hukuman mati di luar negeri.

"Jika di luar negeri hukuman mati salah, demikian pula di Indoensia," ujar dia.

Mengenai penerapan hukuman mati sendiri, Amnesty International tidak mendukung hal tersebut untuk kejahatan apapun yang dilakukan narapidana, terutama karena metode dan karakteristik yang digunakan negara untuk eksekusi tersebut.

Hukuman mati dinilai melanggar hak untuk hidup sebagaimana tertera dalam Universal Declaration of Human Rights dan merupakan kejahatan maksimal, tidak manusiawi dan hukuman yang merendahkan kemanusiaan.

Menurut Rupert, perlindungan atas hak untuk hidup juga tertera dalam Konstitusi Republik Indonesia.

"Sejauh ini sudah 140 negara yang menghapuskan hukuman mati baik dalam hukum atau pelaksanaan," ujar dia menegaskan. (utd/agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER