KOTAK HITAM AIRASIA

Mardjono, Empu Pemecah Misteri Musibah Penerbangan

Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Sabtu, 17 Jan 2015 20:07 WIB
Sedikit yang memiliki kemampuan seperti Mardjono untuk bisa membaca kotak hitam pesawat. KNKT memintanya kakek satu cucu ini memimpin investigasi QZ8501.
Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko (kedua kiri) didampingi KSAL Laksamana Madya Ade Supandi (kiri), Ketua KNKT Tatang Kurniadi (kanan) dan Direktur Operasi Basarnas Supriyadi (kedua kanan) menunjukkan Flight Data Recorder (FDR) pesawat AirAsia QZ8501 di KRI Banda Aceh di Perairan Laut Jawa, Senin (12/1). di Lanud Iskandar, Pangkalan Bun, Kalteng, Senin (12/1). Tim gabungan berhasil menemukan FDR pada kedalaman 30 meter pada senin (12/1) pada pukul 7.11 WIB. (Antara Foto/Prasetyo Utomo)
Jakarta, CNN Indonesia -- Blackbox (kotak hitam) pesawat bukanlah benda yang dengan mudah dapat dibaca dan diteliti oleh orang biasa. Perlu keahlian dan pengertian yang cukup agar seseorang dapat meneliti isi rekaman untuk mengetahui ragam penyebab kecelakaan pesawat.

Musibah AirAsia QZ8501 di penghujung 2014, pencarian blackbox langsung prioritas tim operasi yang bergerak di lapangan setelah pencarian korban. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) segera membentuk Tim Investigasi Musibah nahas pesawat dengan destinasi Singapura dari Surabaya itu.

Tim Investigasi Musibah QZ8501 bentukan KNKT dipimpin oleh Mardjono Siswosuwarno (67). Profesor Institut Teknologi Bandung yang dipercaya memimpin penyelidikan dengan melibatkan Bureau d'Enquetes et d'Analyses (BEA), KNKT dari Perancis sebagai negara asal pesawat AirAsia rakit, dan beberapa ahli dari Korea Selatan dan Singapura.

Sosok Mardjono di dunia penerbangan khususnya ihwal kecelakaan menjadi spesialisasinya. "Pengalaman saya pernah terlibat penyelidikan kecelakaan Adam Air (2007), Garuda di Jogjakarta (2007), peristiwa Merpati di Kaimana (2011), dan musibah Sukhoi (2012)," ujar Mardjono Siswosuwarno ketika diwawancarai oleh CNN Indonesia, Kamis lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Posisi ketua investigasi dalam berbagai musibah kecelakaan ia pernah ketuai. Penyelidikan isi kotak hitam pesawat Sukhoi yang menabrak Gunung Salak 2012 silam juga dipimpin oleh dirinya. Kali ini, KNKT pun tampaknya sudah benar meminta jasanya untuk kembali memimpin tim investigasi kecelakaan AirAsia QZ8501.

Selama menjadi bagian dari tim investigasi kecelakaan pesawat, cerita jatuhnya Silkair di Sungai Musi menjadi yang paling unik ia rasakan dan bisa dibilang terburuk. Saat itu 1997, pesawat terbenam di dasar Sungai Musi dengan kondisi sedemikian hancur.

"Saya baru lihat ada pesawat yang demikian hancur sampai dikeruk dari dasar sungai, hanya tersisa 73 persen bagian pesawatnya," ujar Mardjono.

Kekhawatiran tidak bisa menyelesaikan tugas sempat dirasakan Mardjono. Jatuhnya Adam Air di 2007 di Selat Makasar membuat rasa pesimis Mardjono mengemuka karena sulit dan lamanya waktu pencarian kotak hitam

"Paling mendebarkan itu pengalaman di peristiwa Adam Air karena ada keraguan jangan-jangan blackboxnya ga bisa diambil. Tapi ternyata (blackbox) bisa diambil," ujar Mardjono menyampaikan pengalamannya.

Pria lulusan pendidikan Doktor In De Toege Paste Belgia tahun 1978 itu menilai, fasilitas laboratorium untuk investigasi isi kotak hitam di KNKT sudah cukup baik. Walaupun beberapa tambahan perangkat lunak untuk keperluan penyelidikan masih dibutuhkan di laboratorium yang ada. Namun, ia berharap penyediaan kapal khusus dan Remotely Operated Vehicle (ROV) dapat terwujud untuk sewaktu-waktu digunakan jika dibutuhkan seperti saat musibah QZ8501 terjadi.

"Belum punya ROV tapi perlu punya ya mungkin walaupun itu membutuhkan modal. ROV tidak akan bermanfaat kalau punya kapal khusus untuk itu," ujar Mardjono.

Antara Keluarga, Dosen, dan Pekerjaan

Dosen, seorang ayah dan investigator kecelakaan pesawat, ia jalani dengan porsi yang sangat sesuai. Mengajar di ITB, selalu ia sempatkan, dua kali per pekan.

Selama penyelidikan kotak hitam AirAsia QZ8501 misalnya, Mardjono selalu menyempatkan diri untuk tetap mengajar di ITB sesuai jadwal yang telah ditentukan. "Saya mengajar dua mata kuliah semester ini. Besok senin ini saya pulang ke Bandung untuk mengajar, terus balik lagi ke Jakarta. Bolak-balik Jakarta-Bandung saya," cerita Mardjono.

Tanggung jawab sebagai dosen tidak pernah ia tinggalkan karena bentuk kewajiban untuk membimbing anak didiknya, Tidak sedikit mahasiswa yang menggantungkan nasibnya kepada Mardjono karena tengah berkutat dengan tugas akhir. Sebagai konsekuensi atas keterbatasan waktunya, maka Mardjono membebaskan anak didiknya untuk bimbingan skripsi, tesis, maupun disertasi melalui berbagai media.

"Saya membimbing mahasiswa S1 dua orang, S2 dua orang, dan calon dokter dua orang. Bagaimana membimbingnya? Saya memperbolehkan bimbingan lewat telepon, email, sms, atau tatap muka," jelas Mardjono bagai dosen yang sedang mengajar.

Konsekuensi posisinya sebagai ketua tim investigasi dan dosen menyebabkan dirinya jarang memiliki waktu di rumah. Beruntung kedua anak Mardjono telah hidup mandiri dan tidak menjadi tanggungan langsung bagi dirinya lagi.

Kakek dari satu cucu itu mengatakan, kemajuan teknologi saat ini sangat membantu dirinya untuk berkomunikasi dengan keluarganya setiap saat meskipun tak ia pungkiri pertemuan keluarga secara tatap muka menjadi pelepas rindu paling ampuh di sela sibuknya mengabdi dan bekerja. (pit/sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER