EKSEKUSI MATI

Ang Kim Soei, Dari Bos Pabrik Ekstasi ke Tabib

Nezar Patria | CNN Indonesia
Sabtu, 17 Jan 2015 23:25 WIB
Ang Kim Soei salah satu terpidana mati yang dieksekusi Minggu (18/1) dini hari di Nusakambangan. Berikut kisah ringkas mengapa ia divonis mati.
Sejumlah keluarga terpidana mati yang akan dieksekusi, memasuki pulau Nusakambangan menggunakan perahu compreng di Dermaga Wijayapura, Cilacap, Jateng, Jumat (16/1). Kejaksaan Agung akan mengeksekusi lima terpidana mati di Nusakambangan dan satu di Boyolali pada Minggu (18/1). ANTARA FOTO/Idhad Zakaria.
Jakarta, CNN Indonesia -- Ang Kim Soei, 62 tahun, berangkali tak pernah menduga hidupnya akan berakhir di hadapan regu tembak, pada Minggu dini hari (18/1) di LP Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Segala usaha yang dia tempuh untuk membela diri lewat jalur hukum telah gagal.

Persis dua belas tahun silam, 13 Januari 2003, Ang Kim Soei duduk di kursi terdakwa di Pengadilan Tangerang. Majelis Hakim pada waktu itu dipimpin oleh M. Hatta Ali menjatuhkan vonis mati bagi lelaki warga negara Belanda kelahiran Fakfak, Papua itu. Ketika palu hakim dijatuhkan, wajah Ang memerah. Air mukanya keruh. Dia tampak begitu risau.

Menurut mejelis hakim pada waktu itu, tak ada hal meringankan yang bisa menyelamatkan Ang Kim Soei, alias Ance Taher, alias Tommy Wijaya. Dosa Ang dinilai cukup berat. Dia mendirikan pabrik ekstasi di sebuah rumah di Jalan Hasyim Asyari, Cipondoh, Tangerang. Itu bukan pabrik narkoba amatir, tapi sebuah clandestine laboratory. Omsetnya miliaran rupiah per bulan. Produksinya 150 ribu pil per hari. Kata polisi pada waktu itu, yang dihasilkan bukanlah pil KW1, tapi grade A.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keberadaan pabrik itu dibongkar oleh polisi pada 8 April 2002. Ada belasan karyawan yang bekerja di sana. Kebanyakan adalah para lelaki asal Fakfak, tempat kelahiran Ang Kim Soei. Polisi menemukan 700 kilogram bahan pembuat ekstasi di rumah yang bagian belakangnya disulap jadi pabrik itu, berikut ribuan pil. Jaringan peredaran pil ekstasinya melintasi dua benua.

Di pengadilan, jaksa mengatakan bahwa Ang terbukti memproduksi, menyimpan dan mengedarkan ekstasi hingga ke California, AS dan China. Di dalam negeri, Ang bekerjasama mengedarkan pil itu dengan Tommy Palembang alias Tommy Bocor yang telah lebih dulu tewas dalam peristiwa penangkapan berbeda. Pil ekstasi “made in Cipondoh” itu bahkan merepotkan para agen DEA dari Amerika Serikat. Mereka melacaknya dari San Fransisco, karena pil produk Ang itu beredar di sana.

Di pengadilan, seorang saksi ahli dari DEA perwakilan Asia, Timothy McGiven mengatakan Ang memakai peralatan yang dikirim dari China dan Italia. Para agen DEA juga menemukan “signature” dari pil itu, semacam logo khas yang ternyata sama dengan yang dihasilkan Ang di Tangerang. Ribuan pil buatan Ang itu, kata sang agen, beredar di San Fransisco dan Hongkong.

Ang dihukum berat sesuai tuntutan jaksa. Kata jaksa, di tahap penyidikan, Ang tak lugas dalam menjawab pertanyaan. Berbelit-belit. Ia, kata jaksa, juga tak menyesali perbuatannya. Pengadilan menyatakan Ang terbukti melanggar pasal 59 ayat 1 b, tentang undang – undang psikotropika. Dari Tangerang, ia dikirim ke Lapas Besi Nusakambangan.

Di Nusakambangan, Ang mengisi hari-harinya dengan mendalami pengobatan herbal. Dia kerap memberi pengobatan alternatif bagi warga sekitar. Ia digandrungi banyak pasien yang mengganggap obat racikan Ang manjur, dan sejumlah pasiennya merasa sedih karena eksekusi mati membuat mereka kehilangan sang tabib.

Ang sempat mengajukan grasi, tapi ditolak Presiden Joko Widodo lewat Keputusan Presiden tertanggal 30 Desember 2014. Pada Minggu dini hari, 18 Januari 2015, Ang Kim Soei menghadap regu tembak sebagai bentuk eksekusi vonis mati atas dirinya. (nez/nez)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER