Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkotik merupakan realisasi atas putusan hakim. JK menegaskan, eksekusi merupakan peringatan keras bagi seluruh warga negara di dunia terhadap pelaku kejahatan di Indonesia.
"Ini peringatan keras buat negara manapun yang melaksanakan kejahatan di Indonesia, tidak pandang bulu," ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (19/1).
JK mengatakan, negara-negara asing harus mematuhi hukum yang berlaku di Indonesia, termasuk pidana mati bagi pelaku kejahatan tertentu. Bagi para pengedar narkotik, eksekusi tersebut ditargetkan dapat memberi efek jera.
"Ini adalah kewenangan kami, tapi ada banyak negara berbeda pendapat terkait hukuman mati, namun yang tetap kami jalankan adalah kepentingan nasional," kata JK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
JK menghargai pro dan kontrak yang terjadi seputar eksekusi terhadap enam terpidana mati yang dilakukan, Ahad lalu (18/1). JK juga telah menjelaskan kepada para Duta Besar negara yang warga negaranya menghadapi vonis mati bahwa eksekusi sudah sesuai dengan hukum positif di tanah air.
"Saya sudah jelaskan kepada mereka yang datang seperti Duta Besar Belanda, Dubes Australia, dan Menteri Keuangan Perancis, bahwa ini bukan keputusan Presiden, tapi ini keputusan hakim dari pengadilan pertama sampai tertinggi," ujar JK.
JK menyoroti pernyataan para aktivis dan pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) di dalam maupun luar negeri yang menyebut bahwa eksekusi mati telah melanggar hak hidup para terpidana mati. Bagi JK, tindak kejahatan narkotik juga telah merenggut hak hidup generasi muda Indonesia.
"Mereka selalu bilang soal HAM. HAM (berarti) harus taat hukum, menghormari asas lain dan hukum. Kalau 40 orang meninggal setiap hari karena narkoba, apa perlu diampuni orang yang menyebabkan itu? Ini juga melanggar HAM," katanya.
JK menyesalkan tudingan pelanggaran HAM dalam eksekusi mati itu. Menurut JK, pelanggaran HAM yang dimaksud pihak yang kontra terhadap eksekusi mati hanya berbicara tentang enam jiwa yang sudah berkekuatan hukum tetap untuk dieksekusi. "Bagaimana dengan masalah 40 jiwa lainnya?" ujarnya.
Menteri Luar Negeri Retno Lestari menyampaikan, Duta Besar Brasil telah ditarik dari Indonesia sejak Ahad siang (18/1). Penarikan tersebut dilakukan untuk melakukan konsultasi dengan pemerintah negara tersebut.
"Saya sudah dapat informasi resmi dari Kedubes Brasil terkait pemanggilan dubesnya dalam rangka konsultasi dengan pemerintah Brasi," ujar Retno pada CNN Indonesia.
Tidak Akan Ganggu Iklim InvestasiJK memastikan, eksekusi mati tidak akan berpengaruh terhadap iklim investasi di Indonesia. "Tidak berpengaruh, tidak akan ganggu hubungan bisnis," kata JK.
Eksekusi mati terhadap enam orang terpidana mati kasus peredaran narkotika terjadi pada Ahad dini hari (18/1). Eksekusi dilakukan di dua tempat terpisah, yaitu lima orang dieksekusi di Nusa Kambangan, sedangkan satu orang lagi di Boyolali.
Lima dari enam terpidana mati berstatus warga negara asing. Mereka adalah Ang Kiem Soei, warga negara Belanda; Namaona Denis, warga Malawi; Marco Archer Cardoso Moreira, warga Brazil; Daniel Enemuo, warga Nigeria; dan Tran Thi Bich Hanh, warga negara Vietnam. Sementara satu lainnya bernama Rani Andriani asal Cianjur, Jawa Barat.
(rdk/sip)