Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo dinilai tak bisa serta merta menolak permohonan grasi terpidana hukuman mati dalam kasus narkoba. Lebih jauh lagi, Jokowi sebaiknya mempelajari berkas perkara terpidana sebelum mengambil keputusan.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat, Ricky Gunawan, mengatakan Jokowi harus terlebih dulu mempelajari berkas perkara terpidana sebelum mengambil keputusan penolakan.
"Harus diperhatikan apakah Jokowi menolak grasi tanpa baca perkaranya? Karena penolakan kosong, itu tidak boleh. Jokowi harus memperhatikan kasus masing-masing terpidana secara terpisah," ujar Ricky kepada CNN Indonesia di Kantor Komnas HAM seusai melakukan pernyataan bersama 7 LSM HAM, Senin (19/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ricky mengatakan perkara hukum masing-masing terpidana tidak mungkin sama. Walaupun, secara garis besar, sudah terbukti adanya keterlibatan semua terpidana dalam penyebaran narkoba di Indonesia.
"Setiap orang pasti berbeda detail pelanggarannya. Kalau ada 60 orang ya Jokowi harus baca dulu detailnya satu per satu. Tidak boleh mengandalkan prasangka semata," ujar Ricky melanjutkan.
Setelah melakukan kajian, katanya, pemerintah juga tak bisa serta merta melakukan eksekusi mati pada semua terpidana yang telah mendapatkan vonis.
"Memang putusan MK mengatakan eksekusi mati itu konstitusional. Namun, justru Jokowi mesti perhatikan betul kasus per kasus dan tidak boleh terbawa emosi dan tekanan publik. Jangan sampai ada hukuman yang salah sasaran," ujar dia.
Sebelumnya, telah diberitakan bahwa pemerintah dibawah pimpinan Joko Widodo dipastikan akan menolak semua permintaan grasi terpidana mati dalam kasus narkoba.
Kepastian tersebut dikatakan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Tedjo Edhy Purdijatno, di Istana Kepresidenan Senin (19/1) sore ini.
"Semua kasus yang sudah inkracht hukum mati karena kasus narkoba, grasi akan ditolak oleh Presiden. Ini pernyataan dari Presiden. Jadi tidak akan tebang pilih," ujar Tedjo di Istana Negara, Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (19/1).
Ambil Langkah PolitikRicky mengatakan jika pemerintah tetap bersikukuh melaksanakan eksekusi mati, maka pihaknya akan menempuh perjuangan melalui lembaga legislatif pusat.
"LBH Masyarakat dan seluruh elemen yang sejalan akan mencoba meyakinkan DPR untuk mencabut pasal hukuman mati dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sedang dibahas," katanya tegas.
Ricky mengatakan dalam RKUHP yang saat ini tengah dibahas badan legislatif terdapat pasal yang menyatakan terpidana mati dapat diubah hukumannya jika berkelakuan baik selama 10 tahun sejak vonis.
Meski demikian, Ricky mengatakan, lembaganya bersama tujuh lembaga HAM lainnya akan konsisten menghapus total penerapan eksekusi mati di Indonesia.
Kedelapan LSM HAM yang bergabung dalam aksi penolakan eksekusi mati antara lain, Komnas HAM , KontraS, Imparsial, Human Rights Working Group, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), dan Human Rights Watch.
(utd/obs)