Jakarta, CNN Indonesia -- Fuad Amin Imron, mantan Bupati Bangkalan, Madura melontarkan jawaban atas dugaan ijazah palsu yang sempat mengemuka di media lokal Madura, sebelum tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan barang bukti uang segar miliaran rupiah pada 2 Desember 2014.
"Iya memang palsu, kalau asli saya sudah menjadi gubernur," kata Fuad.
Lora (sebutan bagi tokoh masyarakat di Bangkalan) Fuad menjadi satu-satunya pimpinan formal pertama berasal dari Bangkalan, keturunan langsung ulama yang melegenda di Madura, Syaikhona Muhammad Kholil. Karir politik yang dirintis sejak bergabung dengan GP Anshor, menjadi anggota DPR RI 1999-2004, Fuad kemudian terpilih menjadi Bupati Bangkalan dua periode berturut-turut hingga 2013 dan berakhir di jeruji KPK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kabar baik menaungi Bangkalan saat mendengar Fuad dibawa ke tahanan KPK. Perubahan diyakini bakal terjadi secara signifikan hingga seluruh Madura.
"Hampir seluruh Madura, bukan cuma Bangkalan, tunduk semua sama dia," kata Achsanul Qosasi, kepada CNN Indonesia, Kamis (22/1).
Achsanul merasa pantas menceritakan hal itu lantaran kedekatannya dengan Fuad perihal sesama sekampung halaman. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan ini, mengaku jeblok di pileg 2014 karena restu Fuad tak kunjung datang hingga hari pencoblosan.
"Pada 2004 saya dapat 20 ribu suara, tiba-tiba di 2014 cuma 7000an suara. Suara saya yang terkecil dari semua kabupaten, padahal saya
incumbent," paparnya.
Beberapa syukuran, cakupan RT/RW terjadi di Madura, tak hanya Bangkalan. Fuad menjadi pergunjingan, bahkan potong kerbau sebagai luapan kegembiraan warga Bangkalan dilakukan.
Dari informasi yang didapatkan CNN Indonesia, cengkraman Fuad begitu mengakar, tak tersentuh sampai akhirnya KPK datang. Satu kursi untuk memastikan diri caleg dari Madura berada di Senayan, terpatok Rp2 hingga 4 miliar.
"Itu harus
cash, tidak transfer. Atau setor bank secara tunai. Fuad menjalankannya dengan rapi, banyak juga orang Madura yang tahu tapi mereka takut," jelas sumber tersebut. Tak, hanya itu, cengkraman Fuad atas APBD tak main-main. Setidaknya 10 persen APBD Bangkalan masuk kantong Fuad sebagai bentuk 'jatah' bupati.
"Rakyat Bangkalan itu diam karena takut, bukan nikmat."
Uang Segar Rp100 MiliarUntuk kelas kabupaten, seperti Bangkalan, nominal Rp100 miliar sangatlah besar. Namun, begitu mengejutkan, bekas Ketua DPRD Bangkalan, Fuad, berhasil menumpuk uang Rp100 miliar, diluar harta yang lain.
Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto menyebut bahwa penelusuran kasus Lora Bangkalan sebagai salah satu kasus yang menarik untuk ditangani lembaganya. "Harus diakui ini adalah salah satu kasus yang menarik untuk ditangani, yang salah satunya karena menyangkut besaran asetnya," ujar Bambang kepada CNN Indonesia, Kamis (22/1).
Setidaknya ada empat aset lain di Bangkalan dan dua rumah di Surabaya. Tak hanya itu, 11 mobil dan satu motor premium turut disita sebagai harta bergerak termasuk uang segar hasil penggeledahan, Rp300 juta yang ditemukan di belakang lukisan dinding dan Rp700 juta di mobil ajudan Fuad.
Achsanul mengungkapkan, semasa Fuad menjabat, segala sesuatu harus melalui persetujuannya. Politisi Partai Demokrat ini mengaku bersyukur Madura bisa lepas dari cengkraman dinasti Fuad, yang terbangun turun temurun dari keluarga yang sebenarnya merupakan ulama besar.
"Saya termasuk korbannya, tidak dapat restu suara saya pas pileg langsung jeblok," ungkapnya.
Fuad Amin telah resmi dijerat pasal pencucian uang oleh KPK sejak Senin, 29 Desember, lalu. Fuad diduga telah melakukan praktek pencucian uang ataupun korupsi sejak menjabat sebagai Bupati Bangkalan pada tahun 2003. KPK menetapkan Fuad sebagai tersangka penerima suap proyek minyak dan gas dari Direktur PT Media Karya Sentosa, Antonio Bambang Djatmiko.
Dalam kasus suap jual-beli gas alam di Bangkalan, Madura, Jawa Timur, KPK telah menetapkan Fuad dan Antonio Bambang, sebagai tersangka. Fuad disangka melanggar Pasal 12a dan 12b, Pasal 5 ayat 2, dan Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Sementara Antonio disangka Pasal 5 ayat 1a dan 1b serta Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Ancaman pidana untuk Fuad yakni sembilan tahun bui dan untuk Antonio yaitu lima tahun penjara.
Sebelumnya, wakil ketua KPK, Adnan Pandu Praja, mengatakan KPK pun berencana memeriksa anak Fuad, yang diperkirakan menjadi perantara suap. Adnan menyebutkan anak Fuad masuk dalam mata rantai suap atau sebagai penerima bagian suap untuk diserahkan kepada Fuad.
(pit/pit)