Jokowi Dinilai Belum Punya Rencana Sistematis untuk Papua

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Rabu, 28 Jan 2015 07:16 WIB
Selama ini dana untuk Papua besar, sudah seharusnya Jokowi memberi perhatian lebih misalnya dengan membentuk satu unit khusus.
Presiden Joko Widodo meninjau Pelabuhan Sorong, Papua Barat, Minggu (28/12). Pemerintah akan mengembangkan pelabuhan Sorong yang nantinya diharapkan mampu meningkatkan efektivitas bongkar muat barang dan transportasi laut. (Antara/Prasetyo Utomo)
Jakarta, CNN Indonesia --
Menyoroti 100 Hari Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla, pengamat Center for Strategic International and Studies (CSIS) Philips Vermonte menilai belum ada rencana sistematis dari Jokowi dan JK untuk Papua.

Padahal, menurut Philips, Papua harus menjadi perhatian khusus pemerintah selama lima tahun ke depan. Banyaknya permasalahan dan konflik di Papua menjadi salah satu alasannya.

"Selain itu, di Papua banyak pihak asing dan investor yang berperan. Dana untuk Papua juga selama ini besar. Sudah seharusnya kalau Papua kemudian mendapat perhatian lebih dari Jokowi," kata Philips, saat dihubungi CNN Indonesia, Selasa (27/1) malam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perhatian tersebut, kata Philips, harus konkret dan institusional. Keputusan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendirikan unit khusus untuk menangani masalah Papua (UP4B) pada masa pemerintahannya dinilai patut dicontoh. 
"Seharusnya Jokowi membentuk satu unit khusus melayani Papua, di mana unit itu ada untuk fokus menyelesaikan masalah-masalah Papua," katanya. 

Selain permasalahan Papua, CSIS mencatat empat poin utama lainnya yang harus dipikirkan Jokowi-JK. Pertama, evaluasi para menteri. Menteri tersebut harus dinilai apakah telah menjalankan tugasnya dengan baik atau belum.

Kedua, check and balances dari parlemen/DPR. Jokowi dinilai sebagai fenomena unik karena ia sebelumnya bukanlah bagian dari elite partai. 

Karenanya, kompromi apapun yang diambil Jokowi diminta jangan sampai mencederai aspirasi publik terkait demokrasi, pemberantasan korupsi, dan pembentukan pemerintahan yang akuntabel dan transparan.

Ketiga, menyelesaikan persoalan Pilkada. CSIS mengusulkan agar DPR dapat mempertimbangkan pengunduran Pilkada ke tahun 2016 karena masih banyaknya catatan terkait Undang-undang Pilkada.

Sedangkan, keempat, kata Philips, adalah tentang masalah keberagaman beragama. Persoalan GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia dinilai sebagai dua masalah utama terkait kebebasan beragama yang harus diselesaikan Jokowi. (meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER