Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Kesehatan didesak untuk bertanggungjawab terhadap warga Desa Cinangka, Bogor, yang menjadi korban pencemaran timbal berat. Pencemaran timbal tersebut berasal dari pabrik peleburan aki alias baterai kendaraan.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin mengatakan pihaknya telah menagih janji pada Kementerian Kesehatan, yang berulang kali berujar akan melakukan rehabilitasai kesehatan terhadap warga tercemar timbal di Indonesia, termasuk di Desa Cinangka.
"Ini kasus lama, bukan kasus baru. Tahun lalu, kami telah melakukan pertemuan dengan pihak dari Kemenkes. Keputusannya selalu akan menindaklanjuti dengan bu Menteri Kesehatan. Namun, sampai sekarang tidak ada tindakan nyata," kata Ahmad di kantor Kementerian Kesehatan, Jumat (30/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penemuan pencemaran timbal atas warga desa Cinangka ditemukan KPBB sejak 2010. Saat itu, KPBB mengetes 40 siswa di tiga sekolah dasar negeri di Cinangka.
Hasil menunjukkan kadar timbal di dalam darah anak-anak tersebut berkisar 16, 2 hingga 60 mikrogram per desiliter atau sekitar 36,6 ug per dl. Padahal, standar normal timbal dalam tubuh manusia menurut badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) maksimal 10 ug per dl.
Menurut Ahmad, Desa Cinangka tercemar oleh timbal yang diemisikan dari pabrik peleburan aki bekas. Peleburan ini kemudian menghasilkan racun timbal yang menyebar melalui udara dan mengendap di tanah.
Peleburan aki bekas di desa Cinangka berkembang sejak tahun 1978. Namun, puluhan usaha peleburan aki bekas sempat berhenti total pada 2010.
"Pabrik peleburan aki ini menghasilkan asap tebal dan beracun. Asap tersebut mengandung zat bersifat neurotoksin atau racun yang menyerang saraf. Bagi balita, pertumbuhan otak terganggu sehingga mengakibatkan keterbelakangan mental dan pertumbuhan fisik tak seimbang," kata Ahmad.
Lebih jauh lagi, Ahmad mengatakan zat beracun dari peleburan timbal umumnya masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernafasan dan menyebabkan gangguan kesehatan, seperti penurunan gangguan reproduksi, gangguan sistem pencernaan, kelahiran prematur dan kegagalan janin.
Sementara itu, bagi anak-anak, timbal bisa berdampak pada kerusakan syaraf, keterbelakangan mental, penurunan IQ dan kematian.
Oleh karena itu, Ahmad menegaskan kembali agar Kemenkes memberikan perhatian lebih kepada warga di sekitar pemukiman industri olah limbah B3 (timbal) yang beresiko tinggi memaparkan zat beracun dan berbahaya. "Kami meminta Kemenkes untuk memberikan rehabilitasi kesehatan terhadap korban pencemaran agar tak terjadi di tempat lain," kata dia.
(utd/sip)